AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Ketika seseorang dalam kondisi tertekan, terkadang yang dicari adalah hiburan. Salah satu caranya, dengan mendengarkan musik favorit. Namun, bagaimana sebenarnya musik bisa memengaruhi emosi seseorang, bahkan disebut dapat mengubahnya.
Dikutip dari laman Harvard Health, Sabtu (25/5/2024), para ilmuwan lewat beberapa studi telah berusaha mengungkap hal itu. Sebuah penelitian yang digagas para peneliti dari New York, Amerika Serikat, mencari tahu bagaimana musik memengaruhi suasana hati pasien bedah.
Sebanyak 40 pasien katarak dengan usia rata-rata 74 tahun menjadi sukarelawan dalam uji coba tersebut. Setengah peserta secara acak ditugaskan untuk menerima perawatan biasa, sedangkan yang lain mendapat perawatan yang sama dan mendengarkan musik.
Musik yang diputar merupakan pilihan pasien sendiri, yang disimak melalui headphone sebelum, selama, dan segera setelah operasi. Sebelum operasi, pasien pada kedua kelompok memiliki tekanan darah yang sama, dengan rata-rata 129/82 milimeter (mm Hg).
Rata-rata tekanan darah pada kedua kelompok meningkat menjadi 159/92 sesaat sebelum operasi, dan pada kedua kelompok, rata-rata detak jantung melonjak 17 denyut per menit. Namun, pasien tanpa musik dilaporkan mengalami hipertensi selama operasi.
Sementara, tekanan darah pasien yang mendengarkan musik menjadi normal dengan cepat dan melaporkan bahwa mereka merasa lebih tenang dan lebih baik selama operasi. Studi sebelumnya pun menemukan bahwa ahli bedah menunjukkan lebih sedikit tanda-tanda stres dan kinerjanya meningkat saat mendengarkan musik pilihan mereka sendiri.
Sebuah penelitian terhadap 80 pasien yang menjalani operasi urologi dengan anestesi tulang belakang menemukan bahwa musik dapat mengurangi kebutuhan akan obat penenang intravena tambahan. Dalam uji coba ini, pasien mampu mengontrol jumlah obat penenang yang mereka terima selama operasi.
Pasien yang secara acak ditugaskan untuk mendengarkan musik masih membutuhkan obat, tapi tak perlu efek penenang yang kuat. Itu jika dibandingkan pasien yang ditugaskan untuk mendengarkan suara bising atau obrolan dan gemerincing di ruang operasi itu sendiri.
Sebuah penelitian lain terhadap 10 pasien sakit kritis pascaoperasi melaporkan bahwa musik dapat mengurangi respons stres bahkan ketika pasien tidak sadar. Dalam studi itu, semua pasien menerima obat penenang intravena yang kuat, sehingga mereka dirawat dengan mesin pernapasan di unit perawatan intensif (ICU).
Separuh pasien secara acak ditugaskan untuk memakai headphone yang memainkan gerakan lambat dari piano sonata Mozart, sementara separuh lainnya memakai headphone yang tidak memutar musik. Perawat yang tidak mengetahui pasien mana yang mendengarkan musik.
Dilaporkan bahwa mereka yang mendengarkan musik memerlukan obat yang jauh lebih sedikit. Pasien yang mendengar musik juga memiliki tekanan darah dan detak jantung yang lebih rendah serta kadar hormon stres adrenalin dan sitokin interleukin-6 yang memicu peradangan.
Studi berikutnya di Italia terhadap 24 sukarelawan sehat (setengahnya adalah musisi yang mahir), menemukan bahwa tempo dalam musik bisa jadi penentu. Musik lambat atau meditatif menghasilkan efek relaksasi; tempo yang lebih cepat menghasilkan semangat, tetapi segera setelah musik upbeat berhenti, detak jantung dan tekanan darah peserta cenderung turun, juga memicu relaksasi.