Sabtu 21 Jun 2025 12:14 WIB

UNICEF Ungkap Nyawa Anak-Anak di Gaza Kini Terancam karena Kehausan

Produksi air minum di Gaza saat ini hanya mencapai 40 persen dari kapasitas normal.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Anak-anak di Gaza, Palestina. UNICEF memperingatkan anak-anak di Gaza kini menghadapi ancaman kematian karena kehausan.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Anak-anak di Gaza, Palestina. UNICEF memperingatkan anak-anak di Gaza kini menghadapi ancaman kematian karena kehausan.

AMEERALIFE.COM,  JAKARTA -- Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) memperingatkan bahwa anak-anak di Gaza kini menghadapi ancaman kematian karena kehausan, di tengah runtuhnya total sistem air bersih di wilayah tersebut. Krisis air ini menjadi ancaman tambahan di tengah bencana kelaparan dan kekacauan kemanusiaan yang terus memburuk akibat konflik berkepanjangan.

"Produksi air minum di Gaza saat ini hanya mencapai 40 persen dari kapasitas normal. Ini jauh di bawah standar darurat dalam hal ketersediaan air layak minum. Anak-anak akan mulai meninggal karena kehausan jika situasi ini terus berlanjut," kata juru bicara UNICEF James Elder, dilansir laman The Guardian, Sabtu (21/6/2025).

Baca Juga

UNICEF melaporkan bahwa sebagian besar fasilitas pengolahan air, sistem pipa, dan reservoir telah hancur akibat serangan dan blokade. Sejak gencatan senjata runtuh pada Maret lalu, tidak ada lagi pasokan bahan bakar yang masuk ke Gaza. Padahal bahan bakar sangat dibutuhkan untuk mengoperasikan pompa sumur bor dan satu-satunya pabrik desalinasi air laut yang masih berfungsi.

Sementara itu, menurut otoritas kesehatan Gaza, sedikitnya 24 warga Palestina meninggal pada Jumat akibat tembakan pasukan Israel saat mereka menunggu bantuan di Gaza. Rumah sakit al-Awda di Nuseirat menerima 24 jenazah dan 21 korban luka, banyak di antaranya perempuan dan anak-anak.

"Sebagian besar luka sangat parah, terutama di bagian dada dan kepala. Korban berasal dari berbagai kalangan. Mereka hanya ingin mendapatkan bantuan makanan," ujar Marwan Abu Nasser, direktur rumah sakit tersebut.

Laporan dari para saksi mata, termasuk Khaled al-Ajouri dari kamp pengungsi Jabaliya, menggambarkan kekacauan dan bahaya yang menyertai setiap upaya rakyat Gaza untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan. "Saya pikir saya berada di tempat yang aman, tapi tiba-tiba ada ledakan. Saya tertembak di kaki dan dada," kata dia.

Bantuan kemanusiaan saat ini sebagian besar dikendalikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), organisasi yang disebut-sebut mendapat dukungan dari AS dan Israel. Namun sistem distribusi GHF yang baru ini menuai kritik dari lembaga-lembaga kemanusiaan internasional, termasuk PBB. Mereka menilai sistem tersebut tidak praktis, tidak memadai, dan tidak etis.

GHF merilis informasi tentang lokasi dan waktu distribusi bantuan melalui media sosial, terutama Facebook. Namun, akses internet di Gaza yang sering terputus membuat banyak warga tidak mendapatkan informasi tersebut. Akibatnya, ratusan warga yang berkumpul di lokasi distribusi menjadi sasaran tembakan atau terkena serangan.

"Banyak kesaksian dari perempuan dan anak-anak yang terluka saat mencoba mendapatkan bantuan makanan. Salah satu anak bahkan meninggal setelah terkena tembakan tank," ujar Elder.

Sejak awal Juni, lebih dari 55.600 warga Gaza dilaporkan telah tewas, sebagian besar adalah warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut. Pada Jumat, setidaknya 43 orang tewas akibat serangan udara Israel sejak dini hari, termasuk 26 orang yang tengah menunggu bantuan kemanusiaan.

Pihak militer Israel menyatakan bahwa mereka telah menyerang 300 "target teroris" selama sepekan terakhir, termasuk militan, gudang senjata, dan posisi tembak. Namun, banyak serangan ini justru menewaskan warga sipil yang tidak bersenjata.

Dengan kelangkaan makanan, air, dan bahan bakar yang semakin parah, UNICEF dan organisasi kemanusiaan lainnya menyerukan gencatan senjata segera dan dibukanya akses tanpa hambatan bagi bantuan kemanusiaan. "Anak-anak tidak hanya menderita kelaparan, kini mereka juga kehausan dan menghadapi risiko kematian setiap hari," kata Elder.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement