AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Studi terbaru berhasil menguak fenomena yang terjadi pada otak saat seseorang mengalami kematian. Mungkinkah perubahan pada otak tersebut berkaitan dengan pengalaman pasien sekarat yang kerap melihat cahaya putih atau kerabat dan keluarga mereka yang sudah meninggal?
Studi ini dilakukan oleh tim peneliti dengan cara menganalisa aktivitas listrik pada otak empat orang pasien setelah mereka mengalami henti jantung. Aktivitas listrik pada otak pasien ini dipantau dengan menggunakan alat bernama elektroensefalogram (EEG).
Seluruh pasien yang terlibat dalam studi ini dalam kondisi tidak sadar dan tidak responsif. Alat penunjang hidup para pasien ini dimatikan atas izin keluarga karena kondisi mereka tak bisa tertolong secara medis.
Saat alat ventilator para pasien dilepaskan, dua pasien tak menunjukkan adanya peningkatan detak jantung atau aktivitas otak. Namun, tim peneliti mendapati temuan menarik pada dua pasien lainnya.
Setelah alat ventilator dilepaskan, dua pasien tersebut menunjukkan adanya peningkatan detak jantung dan lonjakan aktivitas gelombang gamma. Aktivitas gelombang gamma dianggap sebagai gelombang yang tercepat di dalam otak. Gelombang gamma ini sering kali diasosiasikan dengan kesadaran.
"Bagaimana pengalaman hidup yang nyata bisa muncul dari otak yang disfungsional selama proses kematian adalah sebuah paradoks ilmu saraf," kata salah satu peneliti dan founding director di Michigan Center for Consciousness Science, Dr George Mashour, seperti dilansir Mirror.
Sekitar 10 tahun lalu, sebuah studi juga pernah mendapatkan temuan serupa. Studi ini menangkap adanya tanda aktivasi gelombang gamma pada otak hewan dan manusia yang sedang meninggal dunia. Aktivasi gamma ini terjadi setelah henti jantung terjadi dan tubuh kehilangan oksigen.
Berdasarkan temuan terbaru, tim peneliti memilih untuk tidak membuat pernyataan global apa pun mengenai implikasi dari temuan tersebut. Alasannya, jumlah sampel yang mereka gunakan dalam studi ini terbilang kecil. Selain itu, mustahil untuk benar-benar mengetahui apa yang dirasakan atau dialami oleh pasien saat sedang meregang nyawa, karena mereka tak bisa menceritakannya.
"Kami tak bisa membuat korelasi antara tanda saraf terkait kesadaran yang muncul dengan pengalaman yang sesuai pada pasien dalam penelitian ini," ujar ketua tim peneliti dari University of Michigan, Prof Jumo Borjigin.