Menurut Hughes, kebanyakan kasus serupa tetap berujung dengan kematian pasien. Namun, khusus untuk kasus yang satu itu, Hughes menyebut dokter kurang mengawasi pasiennya. Kalau saja dokter tetap menyalakan monitor, mereka pasti masih akan melihat ada aktivitas jantung.
Pupil yang melebar bisa menjadi tanda kematian, atau tanda ada obat dalam sistem. Hughes menjelaskan bahwa "kematian adalah sebuah proses dan bukan sebuah peristiwa" yang dapat menimbulkan kebingungan.
"Sistem tubuh yang berbeda mati dengan kecepatan yang berbeda-beda, sehingga tak aneh jika masih terdengar suara usus bahkan setelah waktu kematian. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan karena suara jantung sudah tidak terdengar," kata dia.
Pemeriksaan terakhir untuk kematian adalah jika pupil tetap terfiksasi dan melebar. Lain halnya jika pasien memiliki riwayat obat-obatan tertentu, pupil mata tentu cenderung melebar.
Hughes mengatakan ada banyak kasus orang "meninggal" yang hidup kembali yang ditulis pada zaman Victoria. Namun, sejak saat itu proses konfirmasi kematian telah diformalkan dan diajarkan di sekolah kedokteran, sehingga kecil kemungkinannya untuk terjadi.
Untuk situasi seperti yang baru-baru ini dilaporkan, kemungkinan itu terjadi karena kekurangan tenaga dokter. Sebagian disebabkan oleh tenaga medis yang kewalahan selama pandemi. Hughes menjelaskan, jika pemeriksaan akhir didelegasikan kepada mereka yang tidak terlatih secara penuh, ini bisa menimbulkan masalah.