AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Keputusan Pemerintah Prancis yang akan memberlakukan pelarangan pemakaian busana abaya di sekolah menuai protes dari banyak pihak. Busana abaya yang biasa dikenakan Muslimah dinilai melanggar hukum sekuler Prancis yang ketat di bidang pendidikan.
Mengenakan abaya dianggap termasuk dalam isyarat keagamaan yang terkait dengan Islam. Dalih dari Pemerintah Prancis, ketika pelajar masuk ke dalam kelas di sekolah, jangan sampai orang lain bisa mengidentifikasi apa agamanya hanya dengan melihat penampilannya.
Bagaimana para Muslimah memandang pembatasan berbusana terkait simbol keagamaan ini? Dikutip dari laman Vogue, Senin (28/8/2023), Muslimah asal Australia yang juga dikenal sebagai influencer dan aktivis, Nawal Sari, sempat menyuarakan protesnya terkait hal serupa.
Sari memprotes regulasi di Prancis pada 2021, yaitu rencana undang-undang (RUU) yang melarang remaja di bawah 18 tahun mengenakan hijab di ruang publik. Selebritas media sosial itu menyebutnya sebagai hal yang menakutkan, sebab membuat Muslimah tak bisa memilih untuk berpakaian sesuai dengan nilai agama yang dianut.
"Sebagian besar feminisme gelombang ketiga berjuang agar perempuan bisa menampilkan kulit sebanyak yang mereka suka. Namun, hal yang sama seharusnya terjadi sebaliknya. Jika seorang perempuan ingin menutup aurat, seharusnya dia juga bisa," kata Sari.
Menurut Sari, tidak ada salahnya jika seorang perempuan Muslimah bisa diidentifikasi apa agamanya dari apa yang dikenakan. Dia menyebut Muslimah di dunia ini penuh warna, beragam, cantik, dan sama sekali jauh dari bias negatif yang kerap digambarkan penganut Islamofobia.
Sari dahulu berusia 15 tahun ketika pertama kali memutuskan untuk memakai jilbab dan itu atas keinginannya sendiri. Menurut Sari, ketika Prancis memiliki RUU pembatasan hijab untuk remaja, itu menghilangkan kemampuan bagi remaja Muslimah untuk memiliki keputusannya sendiri.
Aturan itu bukan lagi tentang "melindungi", tapi malah jadi sesuatu yang membatasi kebebasan beragama sekaligus hak-hak perempuan. "Sungguh menyedihkan jika perempuan harus memilih antara menunjukkan identitas agama atau keamanan mereka," ujar Sari.