AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Hidangan kuliner Eropa yang beragam dan disajikan dengan menarik kerap menggiurkan untuk dicoba. Akan tetapi, umat Islam perlu memperhatikan kehalalan hidangan yang disantap. Begitu juga, titik kritis yang bisa membuatnya haram dikonsumsi.
Berbagai restoran di Indonesia menawarkan aneka hidangan Eropa, sebut saja aneka pasta dari Italia, berbagai roti Prancis, juga bermacam-macam sup dan hidangan daging. Belum tentu semua hidangan itu halal dikonsumsi, dan perlu dicermati lebih jauh.
Terdapat berbagai aspek yang patut diperhatikan konsumen, misalnya bahan utama masakan, bumbu, serta pelengkap. Salah satunya, adanya khamar yang tersamar. Pasalnya, khamar tak hanya disajikan sebagai minuman, tapi juga bahan campuran masakan.
Dikutip dari laman halalmui.org, kehadiran khamar bisa saja tersamar dalam menu kuliner. Khamar bisa ditemukan dalam minuman kopi kreasi, menyelinap dalam produk cokelat, menyusup ke dalam nasi goreng, penghilang amis dan pengaya cita rasa tumisan hidangan laut, pengempuk olahan daging, serta pengaya aroma campuran kue, tar, atau pudding, bahkan menjadi salah satu rasa es krim.
"Para koki atau perancang produk dalam konteks berinovasi dengan segala kreativitasnya, sering melakukan eksperimen. Bagi mereka, bukan sesuatu yang tabu memasukkan khamar dengan tipe, jenis, dan umur yang bervariasi ke dalam menu atau produknya," ujar senior auditor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Hendra Utama.
Namun, Hendra meyakini bahwa Muslim akan menyandarkan segala sesuatu pada hukum Islam. Sementara, khamar secara zat dihukumi haram dan najis. Tidak semua zat haram itu juga najis, namun untuk khamar, oleh komisi fatwa MUI dihukumi haram dan najis karena mayoritas (jumhur) ulama menyatakan pendapat tersebut yang paling kuat.
Ketika berdiri sendiri sebagai bahan tunggal, maka minuman keras dihukumi haram dan najis. Hal yang sama berlaku jika minuman keras dimasukkan ke dalam produk atau menu yang awalnya halal, karena kehadiran minuman keras maka produk tersebut tercemar dengan bahan haram dan najis (mutanajis), maka produk/menu itu dikategorikan pula sebagai produk haram.
Titik kritis lainnya adalah penggunaan daging babi dan turunannya dalam hidangan kuliner Eropa. Daging babi dan turunannya bisa dijadikan menu utama ataupun taburan masakan. Muslim perlu mewaspadai jenis daging yang dipakai dalam sebuah menu.
Penggunaan bahan berupa darah dalam hidangan Eropa juga perlu diwaspadai, sebab hukum mengonsumsi darah jelas haram bagi umat Islam. Sementara, ada sejumlah kuliner khas Eropa yang dibuat dari darah hewan, seperti black pudding, blodplattar, schwarzsauer, coq au vin, balkenbrij, dan anguinaccio dolce.
Ada pula salah satu hidangan Eropa populer, khususnya di Prancis, yang bernama escargot. Muslim perlu menghindari menyantap ini, lantaran escargot merupakan hidangan yang terbuat dari bekicot. Fatwa MUI Nomor 25 tahun 2012 menyatakan bahwa menyantap bekicot haram hukumnya dalam Islam. Sebab, bekicot termasuk hasyarat atau hewan kecil yang melata di bumi yang haram dikonsumsi.
Ada baiknya, Muslim bersantap hidangan Eropa di restoran atau gerai kuliner yang sudah mendapat sertifikasi halal oleh lembaga halal yang kompeten. Dengan begitu, menu yang disajikan insya Allah akan terjamin kehalalannya. Sebagai Muslim yang baik, tentu perlu mengutamakan produk yang bersertifikat halal.