Selasa 30 Jan 2024 23:10 WIB

Covid Rebound, Mengapa Bisa Terjadi?

Beberapa orang mengalami kekambuhan gejala Covid-19 setelah sembuh.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Reiny Dwinanda
Perempuan menyeka ingusnya (ilustrasi). Gejala Covid rebound sering kali mirip dengan pilek, yakni sakit tenggorokan, batuk, kelelahan, sakit kepala, sesak napas, dan nyeri otot.
Foto:

Selain itu, Roberts mencatat tidak jelas secara pasti siapa yang akan tertular kembali Covid-19. Ada kemungkinan bahwa penggunaan Paxlovid dapat meningkatkan risiko Anda.

"Ada semakin banyak bukti bahwa rebound terjadi dalam frekuensi yang lebih besar pada mereka yang menggunakan Paxlovid dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsinya, meskipun diperlukan lebih banyak data dan penelitian untuk mendapatkan jawaban pasti atas pertanyaan ini," jelas Roberts.

Pada Mei 2022, CDC memperingatkan masyarakat tentang laporan-laporan pasien yang mengalami gejala kambuh setelah menghentikan Paxlovid. Biasanya, itu terjadi dalam waktu satu pekan setelah penghentian obat.

Hanya saja, ketika menyetujui Paxlovid pada Mei 2023, Food and Drug Administration (FDA) AS mencatat tingkat rebound dalam uji klinis sebetulnya serupa di antara mereka yang memakai obat antivirus tersebut dibandingkan dengan mereka yang memakai plasebo. CDC mengatakan dalam laporannya pada bulan Desember 2023 bahwa peningkatan kembali Covid "tidak dikaitkan secara khusus dengan penerimaan (Paxlovid)".

Laporan tersebut juga mencatat bahwa jika Anda berisiko tinggi terkena penyakit parah akibat Covid-19, misalnya karena sistem kekebalan tubuh lemah atau memiliki kondisi medis yang mendasarinya, Anda mungkin juga lebih mungkin mengalami peningkatan kembali (Covid-19) kembali. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian mengenai hal tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement