AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) Dr. dr. Tirza Z. Tamim Sp. K.F.R mengatakan masyarakat perlu menyadari penyebab osteoporosis yang sering kali gejalanya tidak terasa karena termasuk pembunuh diam-diam (silent killer).
"Ini gejala yang 'silent', kadang tanpa ada gejala, sehingga harus selalu 'aware' dengan gejalanya, misal sudah sakit nyeri di sendi, tulang punggung, rupanya sudah terjadi patah tulang," kata Tirza dalam acara diskusi kesehatan cegah osteoporosis bersama Anlene di Jakarta, Kamis (5/4/2024).
Osteoporosis atau pengeroposan tulang, disebabkan karena rongga di dalamnya sudah membesar sehingga menimbulkan celah yang membuat tulang menjadi rapuh dan mudah terjadi patah tulang.
Tirza mengatakan rongga pada tulang yang sudah membesar juga bisa menyebabkan keretakan dan perubahan bentuk struktur seperti tulang belakang yang bungkuk, tinggi badan berkurang, atau terjadi skoliosis.
"Akibat tulang belakang retak jadi perubahan bentuk tulang, skoliosis, badan bungkuk, tinggi badan berkurang, ini tanda osteoporosis," jelas Tirza.
Ia mengatakan penyebab terjadinya osteoporosis karena kurangnya aktivitas yang tidak melibatkan stres otot dan tulang sehingga jadi mudah keropos.
Selain itu, gaya hidup tidak sehat seperti merokok, minum alkohol dan berat badan di bawah indeks masa tubuh atau malnutrisi juga jadi faktor risiko bisa terjadi osteoporosi selain karena usia lanjut.
Tirza juga menambahkan sifat genetik dari keluarga juga bisa menyebabkan keturunannya mengalami osteoporosis di usia sebelum 50 tahun dan pada orang yang mengonsumsi obat-obatan terkait penyakit komorbit dapat memicu pengeroposan tulang lebih cepat.
"Minum steroid, anti depresan, anti epilepsi itu bisa menimbulkan keropos tulang, kurang kalsium, vitamin D, perokok dan minum alkohol, diabetes, hipertiroid, penyakit ginjal, itu semua bisa jadi faktor penyebab keropos tulang," katanya.
Pemeriksaan kadar kalsium dan kepadatan tulang, katanya, bisa dilakukan di fasilitas kesehatan untuk mengetahui skor osteoporosi bagi lansia.
Pemeriksaan bisa dilakukan ketika terlihat kaki panjang sebelah, punggung membungkuk dan adanya pemeriksaan laboratorium untuk kadar kalsium dalam darah.
Untuk itu, Tirza menyarankan untuk mengonsumsi asupan energi, makanan tinggi protein, kalsium, vitamin D, dan rutin melakukan latihan fisik.
Konsumsi juga susu penguat tulang jika ada tantangan dalam indera pengecapan, kesulitan mengunyah yang kerap ditemui pada lansia.
Pada lansia juga diharapkan untuk menjauhi segala kegiatan dengan risiko terjatuh untuk menghindari pembedahan, serta melakukan rehabilitasi penguatan tulang.
"Latihan fisik dua kali seminggu, latihan keseimbangan 15-20 menit dua jam per minggu, aerobik 3-5 kali agar seminggu bisa sampai 150 menit dengan intensitas sedang," kata Tirza.