AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Jumlah generasi sandwich di Indonesia dinilai cukup tinggi. Menurut survei OCBC pada 2023, sekitar 54 persen generasi muda saat ini merupakan bagian dari generasi sandwich.
Generasi sandwich sendiri mengacu pada generasi usia produktif yang memiliki kewajiban dan tanggungan membiayai hidup tiga generasi yaitu orang tua, diri sendiri, dan anaknya. Pakar ekonomi Universitas Airlangga, Noven Suprayogi mengatakan fenomena generasi sandwich ini merupakan permasalahan yang kompleks. Bukan hanya dari sisi ekonomi, namun juga sisi sosial budaya. Apalagi Indonesia menjunjung erat kekeluargaan dan adat ketimuran yang mana seorang anak memiliki kewajiban membiayai orang tua.
“Banyaknya generasi sandwich juga dikarenakan masyarakat Indonesia terjebak dalam middle income trap atau berpenghasilan menengah. Mereka tidak tergolong kaya dan juga tidak tergolong kategori miskin. Biasanya yang menjadi persoalan, apalagi mereka mengalami kesulitan akan berisiko untuk jatuh roda perekonomiannya,” kata Noven dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (6/8/2024).
Bagi generasi sandwich, kata dia, terdapat dua faktor penting dalam manajemen finansial. Yaitu perencanaan dan pengalokasian keuangan yang matang. Dalam hal ini, anak muda harus mulai mempersiapkan dana-dana untuk jangka panjang seperti dana pendidikan, dana kesehatan, dan dana pensiun.
“Kedua faktor tersebut harus diperhatikan betul, terutama anak muda yang masih dalam usia produktif. Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk menghindari kecenderungan bergantung dengan orang lain di masa usia senja,” jelas dia.
Selain itu, Noven menyarankan anak muda untuk mencoba berinvestasi. Pada era sekarang telah tersedia banyak instrumen-instrumen penyedia jasa investasi untuk para anak muda. Ia menilai, berinvestasi akan lebih efektif untuk anak muda dalam pengelolaan keuangan.
“Sebenarnya, sama halnya dengan menabung. Namun, terkadang anak muda menerapkan menabung itu dengan cara menyisakan. Seharusnya jangan menyisakan, tapi harus ada sekian persen yang memang dialokasikan untuk tabungan,” kata dia.
Ia menambahkan, dalam berinvestasi harus melihat karakteristik dan kemampuan diri sendiri. Pilihlah produk investasi yang terpercaya dan akurat serta terverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengelola keuangan. Perhatikan juga konsep segara risiko dalam berinvestasi.
“Dalam menentukan produk investasi harus mengetahui untuk jangka pendek atau panjang serta karakteristik diri. Karakteristik diri ini meliputi apakah berani untuk mengambil risiko yang tinggi atau tidak. Karakteristik ini yang tahu hanya diri sendiri, tinggal kita menyesuaikan produk investasi yang cocok,” ujar Noven.