AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengalami keluhan umum yakni masalah saluran pernapasan seperti batuk, pilek, hingga Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hal itu disebabkan oleh paparan debu vulkanik akibat letusan gunung serta kondisi lingkungan yang tidak ideal, terutama dengan cuaca yang tidak menentu, mulai dari panas terik hingga hujan lebat.
"Sebagian besar keluhan mereka adalah ISPA dan flu, yang diperparah oleh cuaca yang kadang panas, lalu hujan, karena saat ini sudah memasuki musim hujan," kata Tenaga Kesehatan yang bertugas di Posko Kesehatan Pos Lapangan Eputobi, Flores Timur, Mega, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Pemerintah memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada para penyintas erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur. Setiap hari, mereka datang untuk memeriksakan kesehatannya akibat dampak dari erupsi yang terjadi sejak awal November 2024. Per Senin (25/11/2024) tercatat ada 40 penyintas yang memeriksakan diri.
"Dua puluh satu orang diantaranya laki-laki dan 19 orang perempuan. Kami siaga setiap hari 24 jam bergantian," ujar Mega.
Mega menjelaskan posko kesehatan ini tidak hanya memberikan layanan pengobatan ringan bagi para pengungsi, tetapi juga menyediakan rumah sakit darurat untuk menangani kondisi pasien yang lebih serius sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, seperti puskesmas atau rumah sakit terdekat. Selain layanan kesehatan fisik, posko ini juga menyediakan layanan kesehatan jiwa bagi para penyintas yang mengalami trauma pascaerupsi.
"Mereka yang datang akan diperiksa oleh dokter, diberi obat, jika diperlukan pemeriksaan lanjutan atau laboratorium, mereka akan dirujuk ke Puskesmas terdekat," ujarnya.
Untuk memastikan pelayanan kesehatan berjalan lancar, posko juga menyiapkan mobil ambulans yang siaga 24 jam untuk merujuk pasien yang memerlukan perawatan lebih lanjut. Hingga 24 November 2024, erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki telah berdampak pada 13.140 jiwa. Dari jumlah tersebut, 5.608 jiwa mengungsi di pos lapangan yang tersebar di enam lokasi, sementara 7.534 jiwa lainnya mengungsi secara mandiri di rumah keluarga atau kerabat. Erupsi yang berlangsung sejak awal November 2024 itu juga mengakibatkan sembilan korban meninggal dunia, sementara empat orang yang terluka masih dalam perawatan intensif di RSUD Larantuka.