AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Di tengah derasnya arus fast fashion impor yang merajai pasar dan menjadi tren di kalangan masyarakat, para desainer lokal Indonesia tak tinggal diam. Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) mengungkapkan berbagai upaya yang mereka lakukan untuk tetap bertahan di tengah gempuran fast fashion.
Salah satu strategi utama yang diusung adalah dengan mempertahankan dan mengolah warisan budaya menjadi sebuah produk fashion yang memiliki nilai tambah tinggi.
"Fast fashion hari ini dibanjiri oleh barang-barang impor, mereka murah, mereka bagus dan ada di mana-mana sekarang. Baik yang legal maupun tidak legal, saya dan teman-teman mulai khawatir tentang itu," kata Ketua Umum APPMI Poppy Dharsono dalam pembukaan IFW 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (28/5/2025).
Dia mencontohkan langkah yang diambil para desainer dengan mempertahankan warisan budaya itu membuat sebuah karya yang melibatkan kain wastra dari berbagai daerah dengan karakter yang berbeda. Di samping mempertahankan warisan tersebut, desainer menjadikannya sebagai upaya untuk memperkenalkan kekayaan Indonesia di kancah global.
"Mau harga lebih mahal juga boleh sah-sah saja, kita tidak bersaing dengan fast fashion itu. Tetapi kita tetap mempertahankan pasar kelas menengah ke atas, yang khususnya dengan identitas wastra Indonesia. Jadi wastra Indonesia memang punya potensi besar," kata dia.
Menurutnya, karya-karya yang dihasilkan dari budaya yang diperkenalkan juga dapat menggantikan pasar yang hilang diambil oleh fast fashion dari luar negeri itu. Poppy mengatakan fast fashion saat ini sudah dikuasai oleh produk yang diimpor secara legal maupun ilegal. Banyak perusahaan turut menggunakan robot untuk membuat proses produksi jauh lebih cepat sehingga para desainer mengalami kesulitan berkompetisi.
Terlebih dengan kondisi perekonomian negara yang sedang sulit dan harga yang ditetapkan jauh lebih murah dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh para desainer. "Dalam keadaan ekonomi yang sulit banyak orang tidak memiliki daya beli yang benar, yang bagus. Jadi mereka beli fast fashion, tidak bisa disalahkan mereka ada yang bawa (harga) Rp5 ribu, jika kita melihatnya saja kita bikin baju sudah berapa," kata Presiden Indonesia Fashion Week itu.