AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Keinginan untuk menerapkan empat hari kerja dalam sepekan terus bergaung. Kepala eksekutif 4 Day Week Global, Joe O'Connor mengatakan krisis biaya hidup (termasuk biaya transportasi) dan masalah pengasuhan anak adalah alasan utama mengapa begitu banyak yang mendorong jam kerja lebih sedikit dan banyak fleksibilitas.
Dari 2015 hingga 2019, ide itu diujicobakan dengan 2.500 pekerja di Islandia, yang ternyata sukses. Para pekerja tidak terlalu stres dan memiliki keseimbangan kerja-kehidupan yang lebih baik, sementara bos tidak melihat adanya penurunan produktivitas.
Namun, beberapa kritikus mengatakan konsep itu tidak mungkin dilakukan dalam pekerjaan yang berhadapan dengan pelanggan, atau operasional selama 24 jam dalam tujuh hari. Beberapa ekonom juga berpendapat jam kerja yang lebih sedikit menurunkan standar hidup.
Akan tetapi, CEO di Trio Media, Claire Daniels justru mengatakan bahwa pendapatan di bisnisnya telah meningkat selama uji coba. “Uji coba empat hari seminggu sejauh ini sangat berhasil bagi kami. Produktivitas tetap tinggi, dengan peningkatan kesejahteraan tim, seiring dengan kinerja bisnis kami 44 persen lebih baik secara finansial,” kata Daniels dilansir Daily Mail, Kamis (23/2/2023).
Setelah mengumpulkan hasil di akhir uji coba, tingkat kecemasan dan kelelahan yang dilaporkan karyawan menurun, sedangkan kesehatan mental dan fisik mereka meningkat. Peningkatan kesehatan secara keseluruhan ini menghasilkan pengurangan 65 persen jumlah hari sakit yang diambil oleh karyawan.
Responden mengatakan mereka melakukan lebih banyak kegiatan rekreasi yang sudah mereka lakukan, seperti olahraga, memasak, dan menjadi sukarelawan saat waktu libur. Lainnya menemukan gairah baru, atau memperoleh kualifikasi profesional untuk meningkatkan karier.
Mayoritas (92 persen) dari perusahaan yang berpartisipasi mengatakan mereka berniat untuk melanjutkan kerja empat hari seminggu setelah uji coba. Sebanyak 30 persen mengonfirmasi bahwa mereka telah menjadikannya permanen.