Pertama, alkohol/etanol hasil industri khamr yang hukumnya sama dengan hukum khamr, yaitu haram dan najis. Kedua, alkohol/etanol hasil industri non-khamr, baik hasil sintesis kimiawi berbahan dasar petrokimia ataupun hasil industri fermentasi non-khamr.
Alkohol/etanol hasil industri non-khamr hukumnya tidak najis. Apabila dipergunakan pada produk nonminuman hukumnya ialah mubah andaikan tidak membahayakan secara medis.
Guru Besar IPB University sekaligus auditor senior Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM MUI), Prof Purwantiningsih, menjelaskan penggunaan rum, mirin, angciu, dan sake pada berbagai makanan atau masakan hukumnya haram. Demikian juga dengan bir dan red atau white wine.
Keharamannya bukan hanya disebabkan oleh kandungan etanolnya yang tinggi, melainkan produk tersebut tergolong khamr. Pemanfaatan khamr dilarang dalam Alquran seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Ma’idah, ayat 90.
"Bentuk sintetik dari produk itu pun tidak dapat disertifikasi oleh MUI," kata dia dalam situs MUI.
Berikut contoh makanan yang dalam proses pemasakannya sering memanfaatkan produk khamr untuk meningkatkan aroma dan cita rasanya, yaitu fish and chips, can-can chicken. Beeramisu adalah salah satu contoh makanan yang menggunakan bir.
Pada proses pemasakannya, bahan-bahannya dicelupkan atau direndam ke dalam bir sebelum dimasak. Hukum dari makanan tersebut berdasarkan Fatwa MUI masuk kategori haram, meskipun bahan-bahan yang digunakan halal.