Rabu 11 Jun 2025 17:23 WIB

Alat Masak Kena Alkohol? Ini Cara Menyucikannya

Khamr tidak hanya haram dikonsumsi namun juga dikategorikan sebagai najis.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Foto ilustrasi minuman mengandung alkohol. Ketika alat makan atau alat masak pernah digunakan mengolah makanan berbahan khamr, bagaimana cara membersihkannya?
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto ilustrasi minuman mengandung alkohol. Ketika alat makan atau alat masak pernah digunakan mengolah makanan berbahan khamr, bagaimana cara membersihkannya?

AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Dapur rumah tangga dan restoran kerap menjadi titik rawan dalam menjaga kehalalan makanan. Tidak hanya soal bahan utama, tetapi juga penggunaan bumbu seperti angciu dan shoyu yang mengandung khamr (alkohol). Ketika alat masak pernah digunakan mengolah makanan berbahan khamr, bagaimana cara membersihkannya?

Pegiat halal sekaligus Founder Halal Corner, Aisha Maharani, mengatakan bahwa khamr tidak hanya haram dikonsumsi namun juga dikategorikan sebagai najis oleh mayoritas ulama. Ketika suatu benda seperti piring, sendok, atau panci terkena bahan mengandung khamr, maka benda itu disebut mutanajis dan tidak bisa langsung digunakan kembali tanpa proses penyucian.

Baca Juga

"Wadah yang pernah terkena khamr harus disucikan terlebih dahulu. Jika tidak, maka najisnya bisa menular ke makanan lain, dan ini berdampak pada keabsahan ibadah seperti salat jika najisnya menempel di badan atau pakaian," ujar Aisha saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (11/6/2025).

Proses penyucian ini, menurut Aisha, bisa dilakukan dengan cara mencucinya memakai air bersih. Dalam konteks modern, penggunaan sabun diperbolehkan untuk memastikan sisa najis benar-benar hilang. Yang terpenting adalah air harus mengalir dan najisnya tidak lagi terlihat, tercium, atau terasa.

Ia merujuk pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang menceritakan para sahabat yang tinggal berdampingan dengan Ahli Kitab. Mereka menggunakan wadah yang sebelumnya dipakai untuk minuman khamr dan daging babi setelah terlebih dahulu mencucinya dengan air. Hal ini menunjukkan bahwa penyucian wadah memungkinkan peralatan itu kembali digunakan dengan status suci.

"Kalau ada pilihan menggunakan wadah yang belum terkena najis, tentu itu lebih baik. Tapi jika tidak, Rasulullah memberikan solusi: cucilah dulu dengan air, baru boleh digunakan," ujar Aisha.

Ia juga menyoroti pentingnya edukasi di kalangan pelaku usaha makanon. Menurutnya, label "no pork no lard" sering kali disalahartikan sebagai sudah halal, padahal masih ada risiko penggunaan bahan najis lainnya seperti alkohol masak yang umum dipakai dalam industri kuliner.

la menekankan bahwa kehalalan produk bukan hanya dinilai dari bahan utama, tapi juga dari proses pengolahan dan kebersihan alat-alat yang digunakan. "Halal itu bukan sekadar tidak mengandung babi. Tapi juga tidak tercemar oleh bahan najis, baik zatnya maupun peralatannya," kata dia.

 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement