Ahad 30 Apr 2023 16:14 WIB

Bunyi Petasan Berisiko Rusak Gendang Telinga, tak Banya Bayi Tapi Juga Dewasa

Bayi baru lahir sudah mampu mendengar bunyi seperti orang dewasa.

Rep: Desy Susilawati / Red: Qommarria Rostanti
Petasan (ilustrasi). Bunyi petasan dengan desibel tinggi berpotensi merusak gendak telinga, baik pada bayi maupun dewasa.
Foto: AP PHOTO
Petasan (ilustrasi). Bunyi petasan dengan desibel tinggi berpotensi merusak gendak telinga, baik pada bayi maupun dewasa.

AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Saat bulan puasa dan Lebaran, banyak anak dan orang dewasa bermain petasan. Bahkan salah satu kasus bayi meninggal di daerah Gresik, Jawa Timur, diduga terjadi setelah mendengar bunyi petasan.

Sebenarnya apa dampak dari mendengar suara petasan dengan desibel tinggi secara mendadak bahkan berulang? Dokter anak yang juga konsultan saraf anak, dr Arifianto SpA(K), mengatakan, manusia adalag makhluk yang sudah sempurna organ pendengarannya bahkan sejak lahir. Jadi fungsi indra pendengaran bayi baru lahir itu sama seperti orang dewasa.

Baca Juga

Berbeda dengan indra penglihatan, indra pendengaran berkembang seiring usia bertambah. Bayi baru lahir, fungsu penglihatannya baru sekitar 50 persen. Berangsur waktu, akan mencapai 90 persen pada usia enam bulan. "Bayi baru lahir sudah mampu mendengar bunyi sama pekanya dengan orang dewasa," ujarnya kepada Republika.co.id pada Sabtu (29/4/2023).

Perbedaan pendengaran bayi dengan dewasa adalah adanya satu refleks pada bayi refleks primitif atau refleks moro) Refleks ini salah satunya dicetuskan oleh bunyi atau gerakan mendadak. "Jadi kalau mendengar bunyi mengagetkan dan gerakan mendadak yang dia lihat, bayi itu akan bergerak seperti gerakan kaget, namanya refleks moro," kata dokter yang akrab disapa dokter Apin ini.

Dia mengatakan, refleks moro ada pada bayi yang baru lahir dan akan menghilang seiring bertambahnya usia. Paling lambat dalam usia enam bulan dia menghilang.

Dr Apin mengatakan, dari segi kemampuan mendengar pada bayi, sebenarnya hampir sama dengan orang dewasa. Namun bedanya adalah ketika mendengar bunyi mengagetkan, bayi mungkin akan menunjukkan refleks moro yang akan menghilang paling lambat pada usia enam bulan.

"Mungkin ini yang kemudian secara awam dianggap sebagai bentuk kaget yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap bunyi, padahal sebenarnya sama saja, hanya saja bentuk refleks yang ditimbulkannya tuh berbeda, karena dia pada bayi dibawah enam bulan," jelasnya.

Dr Apin mengatakan, dampak mendengar bunyi dengan desibel yang tinggi secara berulang-ulang, baik pada bayi maupun dewasa, akan menggangu gendang telinga. Meski bunyinya hanya sekali namun desibelnya sangat tinggi, atau berulang-ulang, maka akan merusak gendang telinga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement