AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa penularan penyakit sifilis dapat dipicu oleh aktivitas seksual yang menyimpang yang dilakukan oleh penderitanya. "Sifilis bisa dipicu oleh aktivitas seks yang menyimpang seperti penetrasi, seks oral, atau seks anal," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi di Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Imran menuturkan bahwa sifilis disebabkan oleh sebuah bakteri jenis Treponema Pallidum, yang biasanya menginfeksi tubuh manusia melalui luka di alat kelamin, anus, bibir, maupun mulut. Hubungan seks yang berisiko hanya akan memperlebar potensi penularan karena dilakukan tanpa menggunakan kondom.
Risiko tertular sifilis akan semakin besar bila seseorang terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) yang menyebar dengan cepat melalui jaringan seksual dengan banyaknya pasangan seksual (gonta-ganti pasangan). Dalam kasus ini biasanya berupa pekerja seks (PS) yang menularkan infeksi ke pelanggannya atau pasangannya.
'Kelompok jembatan' laki-laki juga mampu menularkan IMS ke pasangan seksual mereka yang lain. Lebih lanjut Imran menjelaskan bahwa wanita berisiko rendah yang mendapatkan IMS dari pasangannya, tetap bisa menularkan infeksi ke bayi baru lahir selama masa kehamilan.
"Sifilis adalah penyakit yang juga berpotensi ditularkan dari ibu hamil penderita ke bayinya. Sifilis bawaan pada bayi baru lahir disebut dengan istilah sifilis kongenital," katanya.
Menurut Imran, banyak cara yang bisa masyarakat lakukan untuk menularkan risiko penularan sifilis. Misalnya bersikap abstain atau menghindari berhubungan seks dan menghindari berganti-ganti pasangan seks. Kemudian, ia menganjurkan supaya masyarakat tidak menyepelekan manfaat kondom.
"Penggunaan kondom dapat mengurangi risiko tertular sifilis, tetapi hanya jika kondom menutupi luka sifilis," katanya.
Masyarakat juga diharapkan dapat menghindari konsumsi narkoba. Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan lain yang tidak sesuai dengan anjuran dokter dikhawatirkan mendorong seseorang untuk mempraktikan hubungan seksual yang tidak aman.
Selain itu bila sudah melakukan skrining dan terbukti positif sifilis, Imran meminta agar pasien segera memberi tahu pasangan masing-masing. Dengan begitu, pasangan dapat melakukan tes untuk mendeteksi penularan sehingga bisa mendapatkan pengobatan lebih awal.
Terkait dengan skrining, berdasarkan data Kemenkes yang dihimpun pada tahun 2022 lima provinsi dengan penemuan pasien sifilis terbanyak ada di Papua 3.864 pasien, Jawa Barat 3.186 pasien, DKI Jakarta 1.897 pasien, Papua Barat 1.816 pasien dan Bali 1.300 pasien.
Sementara untuk provinsi dengan jumlah pasien yang paling banyak dites sifilis berada di Jawa Barat 305.816 jiwa, Jawa Timur 273.479 jiwa, Jawa Tengah 167.303 jiwa, DKI Jakarta 71.037 jiwa dan Banten 63.451 jiwa.