AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Salah satu postingan dari akun media sosial X @convomf menuai kontroversi. Pasalnya, akun tersebut mengunggah foto obat demam anak disertai dengan keterangan, "setuju gak kalo b0drexin itu enakk huehuehue aku nyetok buat nyemil."
Otomatis unggahan yang sudah dilihat 1,1 juta kali ini sejak 8 Agustus 2023 itu banyak mendapatkan pendapat kontra dari warganet. Akun @johnsee000 mengatakan, "Nder mending makan permen. Seenak apapun bodrexin, dia adalah obat, hrs diproses sm ginjal, kasian ginjalmu. Lagian itu bkn buat konsumsi jangka panjang, nanti takutnya overdosis. Sayangi dirimu sendiri, stop ngadi ngadi."
Banyak warganet setuju dengan komentar akun tersebut. Selain itu, akun @saappstoree juga memberikan komentar, "Padahal ada permen kalo lu pengen nyemil, obat tuh prosesnya di ginjal. Apa ga sayang sama badan lu nder? Gua punya sodara yang dikit2 minum obat ampe kecanduan kalo sakit harus minum obat itu, akhirnya pas udah tua sistem sarafnya kena ngomongnya ga selancar dulu," ujarnya seperti dikutip dari kolom komentar akun @convomf.
Ahli farmasi Prof Zullies Ikawati juga turut mengomentari unggahan tersebut. Dia pun membuat konten edukasi lewat akun Instagram @zulliesikawati.
"Ngawur," tulis Prof Zullies disertai dengan tangkapan layar dari akun @convomf, dikutip Kamis (9/8/2023).
View this post on Instagram
Prof Zullies juga menuliskan ide untuk menyetok Bodrexin sebagai camilan adalah perilaku salah. Ia menjelaskan Bodrexin adalah obat demam dan nyeri atau radang yang berisi asam asetilsalisilat (asetosal) 80 mg/tablet.
Obat ini ditujukan untuk mengatasi nyeri atau demam untuk anak-anak. Itu sebabnya obat dibuat dalam bentuk tablet kunyah dengan rasa jeruk agar anak-anak mau minum obat.
"Karena ini adalah obat, tentu saja ada efek-efek berbahaya jika digunakan tidak semestinya," ujar Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Lantaran memiliki rasa seperti permen, mungkin ada yang menganggap ini sebagai permen. Lalu, ada yang menjadikannya sebagai kudapan.
"Jelas ini tindakan ngawur karena ketika digunakan berlebihan, nanti bisa muncul efek-efek yang tidak dikehendaki," jelas peraih PhD farmakologi dari Ehime University Japan ini.