Mantan Gubernur Bali dua periode itu juga mengurai tema itu sebagai filsafat yang luar biasa yang mengingatkan saat kita mencintai atau menikmati sesuatu kita harus siap kehilangan itu.
"Supaya kita tidak terlalu sedih dan tidak terlalu melekat. Saat kita cinta merasa sangat senang terhadap situasi, waktu itu kita harus sadar bahwa ini tidak selamanya. Di Hindu ada 'suka, duka, lara, pati. Habis suka, lalu duka, sedih dan akhirnya mati (meninggal). Ini filsafat kuno tapi terjadi," ujarnya.
Terkait kartun tentang ibukota (IKN) dan AI menurutnya sebagai kerisauan seniman bagaimana kondisi Jakarta dan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
"Mungkin karena merasa ibu kota baru akan merusak ekosistem jadi yang lain itu 'goodbye', binatang-binatang yang endemik di sana itu hilang. Mudah-mudahan ini dipelajari juga sehingga tidak perlu ada kekhawatiran itu," katanya.
Jakarta yang ditinggal, kata Pastika, juga akan seperti apa, itu yang dipertanyakan. Harusnya banyak pengambil kebijakan hadir di sini dan tanyakan apa maksudnya, apa maksud lukisan ini supaya bisa dipelajari.
Aktivis Ni Luh Ary Pertami Djelantik menyampaikan Bali itu dicari karena seninya. "Kita tahu di setiap daerah di Bali diisi oleh anak kebanggaan kita, ada aktivis dan seniman. Seni adalah perjuangan bagaimana mewariskan seni dan melahirkan kerisauan bisa lewat seni. Kerisauan tidak saja dengan bersuara di jalanan," katanya.