AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Rumah produksi film dokumenter dari Indonesia, Watchdoc akhirnya menerima secara langsung penghargaan Ramon Magsaysay yang tertunda dua tahun akibat pandemi. Panitia penghargaan tertinggi di Asia ini telah mengumumkan Watchdoc bersama empat pemenang lain pada Agustus 2021 lalu. Namun karena terhalang pandemi, hadiah “Nobel” versi Asia baru dapat diserahkan tahun ini.
Penyerahan penghargaan Ramon Magsaysay berlangsung di Manila, Filipina, pada 11 November 2023, bertepatan dengan peringatan 65 tahun penghargaan yang diambil dari nama presiden ketujuh negara itu.
Sebagai pembuat film dokumenter dengan tema-tema sosial, politik, kemanusiaan dan lingkungan, Watchdoc dianggap telah berkontribusi bagi peradaban dan masyarakat di Asia melalui karya-karya yang berkualitas dan independen dalam mengangkat isu-isu publik.
“Di tengah informasi yang serba instan, bahkan merebaknya hoaks, Watchdoc mengkombinasikan film dokumenter, jurnalisme investigatif, dan mendistribusikannya melalui platform digital dan nonton bersama,” ujar Susan Afan, Presiden Yayasan Ramon Magsaysay Award.
Rumah produksi yang didirikan jurnalis Dandhy Laksono dan Andhy Panca pada 2009 ini juga dianggap konsisten mengangkat isu-isu yang diabaikan media-media arus utama. Karena itu panitia penghargaan Ramon Magsaysay memasukkan Watchdoc dalam kategori “Emergent Leadership”. Untuk pertama kalinya kategori ini diterima oleh sebuah organisasi, bukan perorangan.
“Yang membanggakan bagi kami adalah penghargaan ini sebagai pengakuan kerja-kerja kolektif. Bukan pencapaian individual,” kata Dandhy Laksono yang mewakili Watchdoc bersama produser senior, Edy Purwanto.
Karya-karya Watchdoc yang dianggap fenomenal di antaranya, "Sexy Killers" tentang jaringan bisnis dan politik industri energi batu bara yang sejak dirilis 2019 telah ditonton 37 juta kali.
Pada 2021, Watchdoc merilis "The EndGame" tentang kasus pemberangusan KPK di era pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dalam satu bulan, ditonton di 1.500 lokasi layar tancap oleh warga secara swadaya.
Sebelumnya, pada 2015, "The Mahuzes" menggambarkan kehancuran hutan dan masyarakat adat Papua karena perkebunan sawit dan proyek food estate yang mengancam pangan lokal dan melanjutkan "politik beras". Sebagian film-film ini diproduksi dengan hanya bersepeda motor berkeliling Indonesia yang diberi nama "Ekspedisi Indonesia Biru".
Selain Watchdoc, penghargaan Ramon Magsaysay 2021 juga diberikan kepada Roberto Ballon (nelayan, Filipina), Firdausi Qadri (dokter, Bangladesh), Steven Muncy (aktivis kemanusiaan Asia), dan M Amjad Saqib (ekonom, Pakistan).
Sementara penghargaan Ramon Magsaysay 2023 diberikan kepada Korvi Rakshand (aktivis pendidikan asal Bangladesh), Eugenio Lemos (petani dari Timor Leste), Miriam Coronel-Ferrer (profesor dari Filipina), dan Ravi Kannan (dokter dari India).
Penghargaan Ramon Magsaysay pertama kalinya diberikan pada 1957 untuk sosok-sosok yang dianggap berpengaruh di Asia. Di antara para penerima adalah Dalai Lama (1958) dan Madam Teresa (1962). Selama 65 tahun, sebanyak 348 tokoh di Asia telah menerima penghargaan ini.
Sementara dari Indonesia tercatat sejumlah tokoh seperti mantan Gubernur Jakarta Ali Sadikin (1971), budayawan dan tokoh agama Gus Dur (1993), dan sastrawan Pramoedya Ananta Toer (1995). Sedangkan untuk organisasi atau lembaga, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan penghargaan tertinggi di Asia ini pada 2013.