Rabu 29 Nov 2023 15:56 WIB

Mengapa Uji Coba Pelepasan Nyamuk Ber-Wolbachia Jadi Perdebatan?

Bakteri Wolbachia secara alami terdapat di ngengat, lalat, capung, dan kupu-kupu.

Red: Reiny Dwinanda
Nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab penyakit DBD( (ilustrasi). Penyebaran nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia menjadi strategi baru untuk mengatasi penularan kasus demam berdarah dengue di Indonesia.
Foto:

​​​​​Usai dinyatakan berhasil di fase tiga, penelitian berlanjut pada fase akhir berupa pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dalam skala luas di Kota Yogyakarta, meliputi Sleman dan Bantul. Pada fase akhir, menurut Uut, penelitian tersebut berhasil memperoleh rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) untuk menuju jenjang uji coba pelepasan nyamuk yang lebih luas lagi di Indonesia.

Sementara itu, penelitian Wolbachia yang dilakukan oleh Pusat Kedokteran Tropis UGM membuktikan penurunan 77,1 persen kasus dengue dan penurunan 86,2 persen rawat inap di Yogyakarta. Atas dasar penelitian ilmiah dan hasil yang menjanjikan itu, Kementerian Kesehatan kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1341 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue melalui Wolbachia.

Ini menjadi salah satu inovasi strategi pengendalian yang telah masuk dalam strategi nasional (stranas) sebagai inovasi penanggulangan dengue yang dilaksanakan di lima kota, yaitu Semarang (Jawa Tengah), Jakarta Barat (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Kupang (Nusa Tenggara Timur) dan Bontang (Kalimantan Timur). Kemenkes menggelontorkan dana senilai Rp16 miliar untuk implementasi uji coba inovasi nyamuk ber-Wolbachia.

Uut mengemukakan inovasi nyamuk ber-Wolbachia efektif menekan replikasi virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti saat populasinya mencapai 60 persen di satu kawasan. Hasil penelitiannya telah dimuat di New England Journal of Medicine pada 2021.

"Ketika sudah mencapai 60 persen, mereka akan berkembang biak secara alami," kata Uut.

Metode pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dilakukan secara bertahap menggunakan ember yang di dalamnya diisi dengan telur nyamuk Aedes aegypti. Setiap ember diletakkan di setiap rumah berjarak sekitar 75 meter dari satu rumah ke rumah yang lain. Kemudian, setiap dua pekan telur nyamuk yang ada di ember diganti airnya.

"Dengan demikian selama enam bulan nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia akan menyebar di masyarakat," kata Uut.

Ketika populasi nyamuk ber-Wolbachia sudah mencapai populasi 60 persen, lanjut Uut, nyamuk tersebut akan berkembang biak secara alami. Terdapat tiga transmisi Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti.

Pertama, transmisi terjadi saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina ber-Wolbachia, sehingga penetasan telur menghasilkan nyamuk ber-Wolbachia.

Kedua, transmisi terjadi saat nyamuk jantan tak ber-Wolbachia kawin dengan betina ber-Wolbachia, sehingga tetasan telur menghasilkan nyamuk ber-wolbachia.

Ketiga, transmisi terjadi saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan betina tidak ber-Wolbachia sehingga telur tidak akan menetas.

Bakteri Wolbachia dianggap mampu membendung penularan virus dengue karena memiliki kemampuan berkompetisi makanan antara virus dan bakteri di dalam sel nyamuk. Dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus dengue tidak dapat berkembang biak.

"Ketika sudah mencapai 60 persen, ember itu kita tarik dan pelepasan kita hentikan, dan nyamuknya berkembang biak secara alami dengan nyamuk di alam dan terus bereplikasi di alam," jelas Uut.

Wolbachia adalah bakteri yang terdapat dalam tubuh serangga. Sebanyak 60 persen bakteri tersebut ada di jenis serangga seperti ngengat, lalat, capung, dan kupu-kupu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement