AMEERALIFE.COM, JAKARTA --Pelajar di Garut, Jawa Barat, tertangkap tangan menyalahgunakan kratom sebagai narkoba. Kratom merupakan sejenis daun yang sudah diekspor ke luar negeri dan memberikan pundi-pundi baru bagi Indonesia. Apa itu kratom dan seperti apa manfaatnya?
Mengutip buku yang diterbitkan Kementerian Kesehatan RI berjudul Kratom: Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi karya Slamet Wahyono dan tim, kratom biasanya diolah untuk dijadikan obat herbal. Bahkan, daun kratomnya sendiri dijual dengan harga yang kompetitif.
Pada Oktober 2023, Kementerian Perdagangan RI mencatat nilai ekspor kratom mencapai 7,33 juta dolar AS atau Rp 114,9 miliar sepanjang Januari-Mei 2023. Daun kratom oleh masyarakat secara empiris, dimanfaatkan untuk obat herbal sebagai obat diare, perawatan nifas, capek, dan untuk bedak.
Beberapa penelitian terkait kratom menyebutkan, penggunaan pada dosis rendah berefek stimulan, namun apabila pada dosis tinggi, ini mengakibatkan depresi dan withdrawl (gejala putus obat). Penelitian lain menyebutkan jika kratom digunakan bersama obat lain seperti tramadol, bisa mengakibatkan kematian.
“Senyawa mitraginin dan 7-hidroksimitraginin merupakan kandungan kimia utama dalam kratom. Senyawa ini mempunyai reseptor yang sama dengan reseptor opioid dalam otak sehingga diyakini mempunyai efek seperti opium,” tulis buku yang diterbitkan pada 2019 itu.
Kedua senyawa tersebut oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dikategorikan sebagai New Psychoactive Substance (NPS) yang tentunya harus ada pengaturan dalam penggunaannya. Beberapa negara di Eropa dan Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia, telah memasukkan kratom ke dalam golongan narkotika, juga beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah melarang penggunaan kratom meskipun FDA belum secara resmi menyebut ilegal.
Indonesia belum mengatur secara khusus menyoal kratom, namun BPOM telah mengeluarkan surat edaran pelarangan penggunaan kratom dalam obat herbal dan suplemen makanan.
Menyikapi kekhawatiran adanya dampak kesehatan terkait penggunaan kratom, Kementerian Kesehatan melalui Badan Litbang Kesehatan melakukan kajian terhadap kratom secara menyeluruh. Informasi tentang kratom diperoleh melalui berbagai metode seperti kajian pustaka, Round Table Discussion (RTD) dan observasi lapangan ke daerah sentra produksi kratom.
RTD dilakukan dengan seluruh stake holder tingkat pusat antara lain Kementerian Koordinator PMK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Kesehatan, Polri, BNN, BPOM, Bea Cukai, Perguruan Tinggi, LIPI, Pemprov Kalbar, Pemda Kapuas Hulu, dan asosiasi pengusaha kratom.
Observasi lapangan dilaksanakan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, dengan pertimbangan merupakan sentra produksi kratom terbesar dan terbaik di Indonesia. Penggalian informasi secara langsung diperoleh dari para stake holder tanaman kratom seperti petani, pengepul, pedagang, dan masyarakat pengguna kratom, serta masyarakat umum untuk mendapatkan informasi secara lebih lengkap.
Ditinjau secara global berdasarkan kesamaan regulasi untuk pengaturan kratom, dapat terbagi menjadi tiga kelompok negara. Pertama, kelompok negara yang melarang peredaran dan penggunaan kratom, kedua, kelompok negara tidak melarang peredaran dan hanya membatasi penggunaan kratom, ketiga, kelompok negara yang tidak memberlakukan pelarangan peredaran dan penggunaan kratom.
“Ada perbedaan dalam pengaturan kratom ini karena belum ada bukti ilmiah yang kuat terkait dampak positif dan negatif yang dapat digeneralisasikan dalam penggunaan di bidang kesehatan,” tulis buku itu lagi.
Kratom dapat digunakan dalam empat bentuk yaitu daun segar, simplisia (remahan atau serbuk), ekstrak, dan isolat. Tanaman obat yang digunakan dalam bentuk yang berbeda akan memberikan perbedaan manfaat maupun efek yang merugikan. Dalam bentuk tanaman segar, simplisia dan ekstrak, mengandung gabungan banyak senyawa.
Jika diurutkan berdasarkan jumlah kandungan senyawa, maka terbanyak yaitu tanaman segar, simplisia, dan ekstrak. Sedangkan isolat hanya mengandung satu senyawa. Penelitian yang ada terkait kratom belum banyak dilakukan dan penelitian yang ada masih terbatas menggunakan uji coba hewan.
Produk uji yang digunakan dalam penelitian itu lebih banyak menggunakan produk uji isolat kratom yaitu mitraginin. Penelitian kratom menggunakan produk uji daun segar, simplisia, dan ekstrak, masih sangat sedikit. Inipun juga masih terbatas pada uji coba hewan dan laporan kasus.
Meskipun BPOM memasukan kratom dalam daftar tanaman obat yang dilarang untuk produk obat herbal dan suplemen makanan, tidak ada regulasi yang melarang budidaya kratom dan distribusi atau pemasaran daun kratom, simplisia, ataupun ekstrak kratom.
Kratom banyak dibudidayakan di Kalimantan, Sumatera, dan sebagian pulau di Indonesia. Simplisia kratom dalam bentuk remahan dan serbuk banyak di ekspor ke luar negeri terutama Amerika Serikat. Regulasi terkait tata niaga perlu ditetapkan untuk menjamin legalitas kratom.
“Kratom berpotensi dikembangkan sebagai produk fitofarmaka dan bahan baku mitraginin untuk analgetik kuat. Pengembangan produk ini untuk jangka pendek perlu didukung dengan skema penelitian bersama antara akademisi, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat,” tulis buku tersebut.