Negara ini juga mencatat lebih banyak kematian dibandingkan kelahiran untuk pertama kalinya pada 2020, sebuah tren yang terus berlanjut. Penurunan demografi itu meningkatkan kekhawatiran bahwa jumlah penduduk usia kerja akan terlalu sedikit untuk mendukung populasi lansia yang semakin meningkat.
Para ahli mengatakan alasan terjadinya pergeseran demografi di Korsel dan beberapa negara lain adalah tuntutan budaya kerja, stagnasi upah, dan kenaikan biaya hidup. Begitu juga perubahan sikap terhadap pernikahan dan kesetaraan gender, serta meningkatnya kekecewaan di kalangan generasi muda.
Sementara itu, Korea Utara juga mengisyaratkan kekhawatiran terhadap populasi. Berbicara pada konferensi nasional para ibu di Pyongyang awal bulan ini, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menugaskan perempuan di negaranya untuk ikut berperan menghentikan penurunan angka kelahiran.
Kim Jong Un meminta para ibu melahirkan banyak anak, sesuatu yang disebutnya sebagai patriotisme dan selaras dengan tujuan membangun negara sosialis yang kuat. Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan tingkat kesuburan Korea Utara pada 2023 sebesar 1,8 kelahiran per perempuan.