AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Masyarakat perlu lebih cermat dalam menggunakan media sosial agar terhindar dari dampak buruknya. Salah satunya ialah praktik catfishing yang belakangan banyak memakan korban.
"Ciri-ciri pelaku catfishing adalah menggunakan identitas dan foto palsu, informasinya tidak konsisten dan mencurigakan, dan terkadang pelaku menolak diajak bertemu langsung atau sekadar lewat panggilan video," kata pendiri Hermana Boots dan pelatih Adopsi Digital DEA Kominfo Anggraini Hermana.
Anggraini menjelaskan bahwa catfishing adalah praktik di mana seseorang menciptakan identitas palsu atau mengaku menjadi orang lain secara daring. Biasanya, ini ditujukanuntuk menipu, merayu, atau memanipulasi orang lain.
Perilaku ini bertujuan untuk memikat seseorang yang biasanya berkedok romantisme. Istilah ini muncul pertama kali pada 2010 lewat sebuah film dokumenter.
Anggraini mengungkapkan, beberapa alasan seseorang melakukan catfishing, yakni pelaku merasa tidak percaya diri, depresi, atau bisa juga untuk tujuan penipuan finansial. Motif tujuan kriminal itu penting untuk diendus ketika berkenalan di dunia maya.
"Dampaknya bagi pelaku, catfishing dapat merusak mental. Sementara bagi korban, selain dapat menyebabkan kerugian finansial, bisa menurunkan kepercayaan terhadap orang lain," kata dia.
Anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Ade Irma Sukmawati menyebut bahwa meningkatkan kewaspadaan menjadi kian penting saat beraktivitas di dunia maya. Sebab, pelaku catfishing banyak menggunakan medium digital dalam menjalankan aksinya.
"Oleh karena itu, dibutuhkan kewaspadaan saat berinteraksi online. Sebab, banyak sekali identitas anonim di ruang digital saat ini," ucapnya.
Ade menyebut, tidak ada yang aman 100 persen di dunia digital. Yang bisa dilakukan adalah dengan meminimalkan risiko menjadi sekecil mungkin. Selain itu, dibutuhkan daya kritis atas setiap informasi yang diperoleh dari dunia maya.