Senin 13 May 2024 08:22 WIB

Sagil, Siswa Kelas 6 SD di Kerinci Punya Tinggi 2 Meter, Kira-Kira Apa Faktornya?

Tinggi badan Sagil tak hanya melebihi teman sebaya, tapi juga orang dewasa.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Sagil Muhammad Riski (paling kanan), siswa kelas enam SD yang memiliki tinggi badan hingga 2 meter.
Foto: Dok. Tiktok/@sagilmuhammadrisk
Sagil Muhammad Riski (paling kanan), siswa kelas enam SD yang memiliki tinggi badan hingga 2 meter.

AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Sagil Muhammad Riski, siswa kelas enam sekolah dasar (SD) asal Belui, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, menjadi viral di media sosial. Pasalnya, bocah yang masih berusia 12 tahun tersebut memiliki tinggi badan mencapai dua meter. 

Tinggi Sagil tidak hanya melebihi teman-teman seusianya, tetapi juga jauh melebihi tinggi rata-rata orang dewasa di Indonesia. Lewat akun TikTok @sagilmuhammadrisk, Sagil kerap membagikan foto kegiatannya sehari-hari, baik di sekolah atau bersama keluarga.

Baca Juga

Dalam berbagai foto, terlihat Sagil selalu tampak menonjol karena tinggi badannya. Pelajar yang aktif dalam kelompok drum band itu juga membagikan foto saat dirinya sudah tak muat melewati pintu dan harus membungkuk. "Aku memang sudah besar dan tinggi sejak kelas satu SD," tulis Sagil pada unggahan lainnya.

Apa saja faktor yang membuat seseorang bisa tumbuh tinggi di atas rata-rata, atau justru punya tubuh lebih pendek dari rata-rata? Dikutip dari laman Medical News Today, Ahad (12/5/2024), faktor utama yang memengaruhi tinggi badan seseorang adalah DNA. 

Para ilmuwan percaya bahwa DNA bertanggung jawab atas sekitar 80 persen tinggi badan seseorang. Artinya, suami-istri yang sama-sama bertubuh tinggi cenderung memiliki anak yang juga bertumbuh menjadi tinggi. Hal serupa berlaku untuk orang tua yang tak terlalu tinggi.

Bayi dan anak-anak tumbuh terus menerus. Hal ini disebabkan adanya perubahan lempeng pertumbuhan pada tulang panjang lengan dan kaki mereka. Ketika lempeng pertumbuhan membuat tulang baru, tulang panjang bertambah panjang, dan anak bertambah tinggi. 

Pada tahun pertama kehidupan, pertumbuhan bayi biasanya sebesar 50 persen. Antara usia dua sampai lima tahun, anak-anak biasanya tumbuh 6,3 sampai 8,9 sentimeter setiap tahunnya. Sampai usia 10 tahun, anak-anak biasanya akan tumbuh 6,3 cm tiap tahun.  

Selama masa remaja, yang berlangsung sekitar usia 11 hingga 21 tahun, remaja akan mencapai 15-20 persen akhir dari tinggi badannya sebagai orang dewasa. Setelah itu, lempeng pertumbuhan berhenti membuat tulang baru, dan pertumbuhan seseorang akan berhenti.  

Tinggi badan lazimnya bertambah hingga mencapai usia 18 tahun. Sebelum pertumbuhan itu usai, berbagai faktor dapat memengaruhi tinggi badan. Deretan faktor lain itu termasuk nutrisi, hormon, kondisi medis, berolahraga, dan banyak lagi.

Nutrisi memainkan peran yang sangat penting dalam pertumbuhan. Anak yang tidak mendapat gizi yang baik belum tentu bisa tumbuh setinggi anak yang mendapat gizi cukup. Makanan yang direkomendasikan adalah yang bervariasi dan bergizi seimbang, termasuk buah dan sayuran.  

Asupan protein dan kalsium juga sangat penting untuk kesehatan dan pertumbuhan tulang, sehingga menyantapnya di masa pertumbuhan akan sangat berpengaruh. Beberapa makanan yang dianjurkan antara lain daging, unggas, makanan laut, telur, kacang-kacangan, biji-bijian, yogurt, susu, dan keju.

Tidur cukup serta kebiasaan berolahraga pun efektif mendorong pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak dan remaja. Saat tidur nyenyak, tubuh melepaskan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Demikian pula olahraga teratur yang penting untuk mendukung kesehatan tulang dan jaringan otot.

Faktor lain penentu tinggi badan seseorang adalah hormon. Tubuh memproduksi hormon yang menginstruksikan lempeng pertumbuhan untuk membuat tulang baru. Hormon-hormon ini meliputi hormon pertumbuhan, hormon tiroid, serta hormon seks (testosteron dan estrogen), yang sangat penting untuk pertumbuhan selama masa pubertas.

Selain perkembangan organ intim, pubertas juga menyebabkan percepatan pertumbuhan secara umum yang berakhir dengan pertambahan tinggi badan. Jika seorang remaja mengalami pubertas terlambat, ia mungkin tidak tumbuh dengan baik sesuai usianya.

Terdapat banyak penyebab keterlambatan pertumbuhan. Salah satunya adalah hipogonadisme, yaitu kadar hormon testosteron yang rendah secara kronis. Kondisi demikian dapat menunda pubertas dan percepatan pertumbuhan yang terkait dengan itu.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement