Kamis 06 Jun 2024 04:51 WIB

Boikot Fans K-Pop: Antara Cinta Penggemar dan 'Cuan' Agensi, Siapa Juaranya?

Starbucks menanggapi aksi boikot yang dilakukan fans K-pop.

Red: Qommarria Rostanti
Grup K-pop NCT Dream. Penggemar NCT melakukan boikot karena grup tersebut berkolaborasi dengan Starbucks yang diduga terafiliasi Israel. Fans meminta SM Entertainment mengakhiri kerja sama tersebut.
Foto:

Starbucks akhirnya menanggapi gerakan boikot fans K-pop. Dilansir laman Koreaboo pada Rabu (5/6/2024), manajer Komunikasi Global Starbucks menyampaikan posisi perusahaan terkait situasi ini.  Pihak Starbucks menjelaskan perusahaannya tidak termasuk dalam daftar boikot resmi yang dikeluarkan oleh gerakan BDS (Boycott, Divestment, Sanctions) yang dipimpin Palestina dan menekankan sikap resmi perusahaan "tentang konflik di Timur Tengah."

“Starbucks adalah perusahaan global yang berkomitmen untuk menyediakan tempat di mana semua orang merasa diterima dan memiliki rasa kepemilikan, di mana pun di dunia. Kami menjunjung tinggi perdamaian dan dengan tegas menolak kekerasan terhadap yang tidak bersalah.

Meskipun ada pernyataan palsu yang disebarkan melalui media sosial, Starbucks tidak pernah berkontribusi pada operasi pemerintah atau militer dalam bentuk apa pun,” tulis pernyataan Starbucks. Di situs web resminya, Starbucks juga berbicara tentang partisipasinya dalam upaya bantuan di Gaza melalui kolaborasi dengan mitra lokal seperti Alshaya Starbucks dan Starbucks Indonesia.

Meskipun demikian, gerakan boikot global tetap teguh dalam komitmennya untuk memboikot Starbucks karena sejumlah masalah yang dinilai belum ditangani atau ditangani secara tidak memuaskan. Menurut solidaritas Starbucks Workers United dengan Palestina, katalis utama untuk boikot yang sedang berlangsung dan belum terselesaikan adalah kecaman perusahaan terhadap serikat pekerjanya.

Canadians for Justice and Peace in the Middle East (CJPME) menguraikan situasinya sebagai berikut:

Pada 2023, Starbucks mengecam dan kemudian menggugat Starbucks Workers United atas cicitanyang diposting pada 7 Oktober dengan teks "Solidaritas dengan Palestina!" bersamaan dengan gambar buldozer yang menerobos pagar Gaza. Cicitan tersebut ditulis oleh satu orang dan tidak disetujui oleh pemimpin serikat pekerja, dengan cepat dihapus dan kemudian diganti dengan pernyataan lengkap sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina. 

Starbucks menuduh serikat pekerja itu menunjukkan "dukungan untuk kekerasan yang dilakukan oleh Hamas" dan mengeklaim bahwa gugatan itu diperlukan untuk melindungi diri dari penggunaan nama dan logo yang tidak sah. 

“Sebagai tanggapan, serikat pekerja menuduh Starbucks berusaha memanfaatkan tragedi yang sedang berlangsung di Gaza dan Israel untuk mendukung kampanye antiserikat pekerja dengan secara tidak benar menyerang reputasi serikat pekerja di depan pekerja dan publik,” ujar pernyataan CJPME.

CJPME juga menambahkan bahwa perlakuan buruk perusahaan terhadap serikat pekerja dinilai secara luas sebagai bentuk pembalasan terhadap dukungan terhadap Palestina. Oleh karena itu banyak orang yang memutuskan bahwa perusahaan tersebut tidak pantas mendapatkan bisnis mereka.

Ada beberapa alasan mengapa fans K-pop menyerukan boikot terhadap Starbucks. Mantan CEO Starbucks Howard Schultz, yang masih menjadi pemegang saham utama dan Ketua Emeritus perusahaan, dianggap sebagai pendukung vokal zionisme. Meski demikian, CJPME menegaskan bahwa Starbucks tidak memberikan dukungan finansial langsung kepada Israel dan tidak mengoperasikan toko di sana sejak 2003.

Meskipun banyak penggemar K-pop yang mengetahui informasi tersebut, seruan untuk memboikot Starbucks tetap stabil. Banyak yang melihatnya sebagai bagian dari "boikot organik" yang didorong oleh gerakan BDS di tingkat akar rumput.

Masih belum diketahui bagaimana kelanjutan boikot ini dan apa dampak jangka panjangnya. Namun, boikot ini telah menunjukkan kekuatan aktivisme penggemar K-pop dan mengangkat isu penting tentang tanggung jawab sosial dan etika dalam industri K-pop.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement