AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Iran telah meluncurkan satelit penelitian baru ke orbit, yang menandakan langkah maju dalam program ruang angkasa negara tersebut sekaligus menentang kritik dan keberatan dari negara-negara Barat.
Satelit riset Chamran-1, yang memiliki berat 60 kilogram, memiliki misi utama untuk menguji sistem perangkat keras dan perangkat lunak guna mendemonstrasikan teknologi manuver orbit dalam orbital dan fase. Demikian menurut laporan media pemerintah setelah peluncuran itu disebut berhasil.
“Satelt ini ditempatkan ke orbit oleh pembawa Ghaem-100. Sinyal pertama dari satelit ini telah diterima,” kata laporan itu, seperti dilansir Al Jazeera, Ahad (15/9/2024).
Roket Ghaem-100, yang membawa satelit terbaru, diproduksi oleh Divisi Kedirgantaraan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC). Roket ini merupakan peluncur satelit berbahan bakar padat tiga tahap pertama di negara ini, di mana roket ini pada Januari digunakan untuk mengirim satelit untuk pertama kalinya ke orbit di atas 500 kilometer.
Negara-negara Barat telah berulang kali memperingatkan Iran agar tidak melakukan peluncuran semacam itu, dengan alasan bahwa teknologi yang sama dapat digunakan untuk membawa hulu ledak nuklir. Namun Iran bersikeras bahwa mereka tidak bermaksud mengembangkan senjata nuklir dan bahwa peluncuran satelit serta roketnya hanya untuk tujuan sipil atau pertahanan.
Peluncuran ini dilakukan di tengah tuduhan dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa bahwa Iran telah mentransfer rudal balistik ke Rusia yang kemungkinan besar akan digunakan dalam perangnya dengan Ukraina. Iran telah membantah tuduhan tersebut.
Iran telah memajukan aktivitas kegiatan luar angkasanya, dengan menyatakan bahwa semua itu dilakukan secara damai dan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, negara ini juga menghadapi beberapa kegagalan dengan beberapa satelitnya yang meledak selama peluncuran.
Pada Januari, media Iran melaporkan bahwa satelit Sorayya telah diluncurkan ke orbit 750 kilometer, menjadi orbit tertinggi yang pernah dicapai oleh negara tersebut sejauh ini.
Pada bulan Februari, Rusia meluncurkan satelit penginderaan dan pencitraan jarak jauh Iran ke orbit, yang menuai kecaman dari Amerika Serikat. Pada saat itu, menteri telekomunikasi Iran mengatakan bahwa Iran telah melakukan puluhan peluncuran satelit selama dua tahun sebelumnya.
Iran telah menghadapi sanksi Barat yang melumpuhkan selama bertahun-tahun, terutama setelah AS, di bawah Presiden Donald Trump, secara sepihak meninggalkan kesepakatan nuklir penting antara Teheran dan negara-negara besar pada tahun 2018.