AMEERALIFE.COM, JAKARTA – Masyarakat dibuat khawatir dengan beredarnya dugaan minyak goreng subsisi atau Minyakita palsu, belum lama ini. Aksi pemalsuan minyak goreng ini dinilai dapat merugikan konsumen sehingga masyarakat perlu lebih waspada.
Lantas bagaimana cara membedakan minyak goreng asli dan palsu? Pakar teknologi pangan dari IPB University, Nur Wulandari, mengatakan minyak goreng asli adalah yang memenuhi standar mutu dan memenuhi syarat pada SNI. Misalnya untuk minyak goreng sawit harus memenuhi SNI 7709:2019.
Perbedaan mutu minyak goreng secara praktis bisa dilakukan dengan pengujian pada aspek bau, rasa, warna, dan kekentalan minyak goreng. Secara visual, minyak goreng asli terlihat jernih dengan warna kuning keemasan, tidak ada endapan berwarna gelap atau partikel-partikel di bagian bawah minyak.
“Minyak goreng bermutu baik memiliki bau dan rasa normal. Khas minyak goreng cenderung bland (netral) serta tidak ada aroma dan rasa yang menyimpang seperti aroma tengik dan aroma menyengat,” kata Wulan dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (19/3/2025).
Wulan kemudian mengungkap beberapa indikasi minyak goreng palsu atau mutunya kurang baik. Antara lain minyak goreng cepat berasap saat dipanaskan, minyak goreng cepat berubah warna keruh dan menjadi gelap kecoklatan, dan minyak goreng terasa lebih kental.
“Minyak goreng yang mutunya kurang baik juga biasanya lebih cepat berbuih atau berbusa. Kemudian produk gorengan yang dihasilkan cenderung lebih berminyak,” kata Wulan.
Selama penggunaannya, minyak goreng mutu rendah akan mengalami perubahan kimia penyusunnya, berupa kenaikan asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan komponen hasil degradasi minyak akibat reaksi kimia yang bersifat sebagai radikal bebas. Jika terlalu banyak mengonsumsi produk pangan yang digoreng dengan minyak goreng bermutu buruk, risiko asupan komponen kimia berbahaya semakin tinggi.
“Tidak hanya itu, minyak goreng bermutu buruk akan berdampak negatif bagi kesehatan tubuh manusia. Dampak yang dapat terjadi berupa peningkatan risiko terjadinya penyakit degeneratif dan kronis,” kata dia.