AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin menjadikan vasektomi sebagai salah satu syarat bagi keluarga miskin di provinsi tersebut untuk mendapat bantuan sosial (bansos) dinilai tidak tepat. Himpunan Fasyankes Dokter Indonesia (HIFDI) menyatakan bahwa tindakan medis termasuk kontrasepsi seharusnya tidak dikaitkan dengan syarat administratif atau insentif sosial.
Mengaitkan akses bantuan sosial dengan prosedur medis tertentu dapat menimbulkan tekanan bagi masyarakat, terutama kelompok ekonomi rentan. Pada akhirnya hal tersebut berpotensi melanggar prinsip otonomi pasien.
“Vasektomi adalah tindakan medis yang harus didasarkan pada keputusan sukarela pasien setelah menerima informasi yang utuh. Mengaitkannya dengan syarat bansos justru berpotensi menimbulkan tekanan terselubung, khususnya bagi kelompok rentan secara ekonomi,” kata Sekretaris Jenderal HIFDI, dr Putro Muhammad, saat dihubungi Republika.co.id Kamis (1/5/2025).
Ia menegaskan prinsip otonomi pasien dalam memilih layanan kesehatan harus dijunjung tinggi. Ketika prosedur medis seperti vasektomi diposisikan sebagai prasyarat administratif, maka dapat berisiko melanggar hak pasien.
HIFDI memahami pentingnya pengendalian jumlah kelahiran sebagai bagian dari strategi pembangunan. Namun pendekatannya, menurut dr Putro, harus tetap menjunjung asas keadilan, kesukarelaan, dan penghormatan terhadap integritas keluarga.
Dari sisi medis, jelas dr Putro, vasektomi telah terbukti sebagai metode kontrasepsi pria yang aman, efektif dan minim risiko jangka panjang. Sayangnya, metode ini masih belum banyak diminati karena banyak mispersepsi mengenai vasektomi.
“Vasektomi ini terbukti aman, tapi memang masih kerap dianggap tabu dan belum menjadi pilihan umum, baik karena kurangnya informasi yang benar maupun karena persepsi budaya yang belum terbuka,” kata dia.
HIFDI menyatakan dukungannya terhadap upaya edukatif mengenai kontrasepsi pria termasuk vasektomi. Namun mereka menekankan pentingnya edukasi yang disesuaikan dengan nilai budaya dan agama yang berlaku di masyarakat.
HIFDI juga mendorong semua pihak untuk merumuskan kebijakan kesehatan dengan prinsip kehati-hatian, empati, dan melibatkan partisipasi masyarakat. Setiap kebijakan, juga perlu melindungi hak pasien. “Kami mendukung upaya edukasi yang berimbang dan berbasis bukti mengenai kontrasepsi pria, termasuk vasektomi, dengan pendekatan yang komunikatif, menghormati nilai agama dan budaya, serta menjamin hak pasien untuk membuat keputusan secara sukarela dan berdasarkan informasi yang utuh,” kata dr Putro.