Sebelumnya, dalam rangkaian AFAN Talks yang berlangsung pada 15 Mei 2025, Indonesia juga turut aktif dalam diskusi panel yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan perfilman dari Asia dan Eropa. Forum penting ini menghadirkan pembicara-pembicara terkemuka dari CNC (Prancis) dan European Film Agency Directors Association (EFAD), serta delegasi dari negara-negara tetangga seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam. Indonesia sendiri diwakili oleh produser berbakat Meiske Taurisia yang bertindak sebagai moderator, serta Mia Santosa, yang hadir sebagai perwakilan dari rumah produksi Visinema.
Dalam diskusi yang konstruktif tersebut, perwakilan Indonesia menekankan pentingnya membangun kolaborasi kebijakan lintas kawasan yang kuat untuk mendukung berbagai aspek krusial dalam industri film, termasuk pendanaan, distribusi, dan pertukaran talenta film antara Asia dan Eropa. Potensi besar kawasan Asia Tenggara sebagai pusat produksi kreatif global juga menjadi sorotan utama dalam diskusi ini, dengan Indonesia diakui sebagai salah satu negara penggerak utama melalui dukungan aktif dari pemerintah dan keterlibatan dinamis dari komunitas film independen.
Chief of Staff Visinema, Mia A Santosa, menyampaikan kebanggaannya atas kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskusi penting tersebut. “Saya percaya bahwa kolaborasi yang mendalam, baik dengan sumber daya dalam negeri maupun antar negara anggota AFAN, dapat menjadi kunci untuk memajukan ekosistem industri film di masing-masing pasar, dan membuka jalan bagi karya-karya Asia untuk menjangkau audiens global,” ujarnya.
Selain partisipasi dalam forum dan pertemuan strategis, talenta perfilman Indonesia juga mendapatkan pengakuan di kancah internasional. Produser Indonesia yang diakui, Yulia Evina Bhara, turut mengambil bagian penting dalam Festival Film Cannes 2025 dengan menjadi juri dalam seksi bergengsi Semaine de La Critique (Critics Week). Yulia bergabung dengan juri-juri internasional lainnya yakni Jihane Bougrine, Josee Deshaies, Daniel Kaluuya, dan presiden juri Rodrigo Sorogoyen.
Mengenai perannya sebagai juri, Yulia menjelaskan betapa selektifnya seksi Semaine de la Critique. “Semaine de la Critique adalah seksi yang sangat spesial, karena dari ribuan pendaftar mereka hanya memilih tujuh film panjang dan 10 film pendek di kompetisi seksi. Saat ini, saya bersama keempat juri lain telah memulai menonton film yang ada di kompetisi, di mana nantinya kami mesti memutuskan beberapa awards,” kata Yulia.
Berikut ini adalah daftar proyek film dan kekayaan intelektual Indonesia di Marche du Film dan Cannes Film Festival 2025:
1. Renoir (film ko-produksi Jepang, Indonesia, Prancis, Filipina dan
Singapura, berkompetisi program utama untuk memperebutkan di Palme
d’Or)
2. Pangku (mengikuti program Hong Kong Asia Film Financing Forum (HAF)
Goes to Cannes)
3. Jumbo (dipasarkan oleh Magic Fair, Amerika Serikat)
4. Sleep No More (dipasarkan oleh Showbox, Korea Selatan)
5. Mortician (dipasarkan di Marche du Film)
6. Ikatan Darah (dipasarkan di Marche du Film)
7. Timur (dipasarkan di Marche du Film)
8. Legenda Kelam Malin Kundang (dipasarkan dan bekerja sama dengan
Barunson E&A, Korea Selatan)
9. Sijjin (dipasarkan dan bekerja sama dengan Barunson E&A, Korea Selatan)
10. Rangga & Cinta (dipasarkan dan bekerja sama dengan Barunson E&A,
Korea Selatan).
11. Film tentang Rose Pandanwangi (Sutradara & Produser Razka Robby
Ertanto ikut dalam program Producers Network Marche du Film).
12. Komik Jitu (dipresentasikan dalam program Asian IP Adaptation: Intro
Talk & Pitching Session oleh JAFF Market & VIPO)
13. Komik Locust (dipresentasikan dalam program Asian IP Adaptation: Intro
Talk & Pitching Session oleh JAFF Market & VIPO)
14. Komik Bandits of Batavia (dipresentasikan dalam program Asian IP
Adaptation: Intro Talk & Pitching Session oleh JAFF Market & VIPO)