AMEERALIFE.COM, JAKARTA – World Health Organization (WHO) mendesak Indonesia segera menerapkan kebijakan kemasan polos (standardized packaging) untuk semua produk tembakau dan nikotin. Desakan itu disampaikan dalam momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2025, mengingat sudah banyak negara yang terbukti berhasil menurunkan konsumsi rokok lewat kebijakan tersebut.
Menurut WHO, kemasan polos yang menghapus elemen visual merek, warna, dan promosi pada bungkus produk tembakau, telah diterapkan di 25 negara dan menjadi alat efektif untuk mengurangi daya tarik rokok, khususnya bagi anak muda.
“Sekaranglah saatnya, kemasan standar adalah upaya yang telah terbukti mampu menangkal kemampuan industri tembakau memasarkan produk berbahaya menjadi seolah-olah aman atau menarik,” kata Perwakilan WHO untuk Indonesia Dr N. Paranietharan dalam pernyataannya, Sabtu (30/5/2025).
WHO menilai Indonesia telah membuat kemajuan penting melalui pengesahan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, yang mencakup larangan penjualan rokok batangan, kenaikan batas usia minimum pembelian tembakau menjadi 21 tahun, pelarangan perisa dan zat aditif, serta larangan iklan tembakau di media sosial.
“Peraturan baru Indonesia menjadi terobosan besar dalam upaya melindungi generasi-generasi mendatang dari bahaya terkait tembakau,” ujar Paranietharan.
Namun, WHO menekankan bahwa regulasi tersebut harus segera diperkuat dengan kebijakan kemasan polos. “Indonesia telah menyiapkan landasan hukumnya, sekarang dibutuhkan aksi nyata,” tambahnya.
WHO merujuk pada Pasal 435 PP No. 28 Tahun 2024 yang memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan kemasan polos di Indonesia. Tanpa aturan teknis pelaksanaannya, kemasan rokok masih menjadi alat promosi visual yang kuat di kalangan anak muda.
Kekhawatiran WHO bukan tanpa dasar. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan 30,8 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas menggunakan tembakau. Angka tertinggi ditemukan pada laki-laki (57,9 persen), sedangkan perempuan 3,3 persen. Selain rokok konvensional, rokok elektronik juga menunjukkan tren peningkatan signifikan.
Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, prevalensi penggunaan rokok elektronik meningkat sepuluh kali lipat dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3,0 persen pada 2021. Bahkan, Global School-Based Health Survey 2023 mencatat 12,4 persen siswa usia 13–17 tahun saat ini menggunakan rokok elektronik.
“Langkah-langkah ini menunjukkan kemauan politik yang kuat dan kesadaran yang jelas melindungi kesehatan kalangan muda saat ini penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Ia menegaskan kebutuhan akan tindakan tegas berbasis bukti sangatlah nyata,” tegas Paranietharan.
WHO menambahkan, industri tembakau terus menentang kebijakan ini dengan dalih merugikan UMKM, melanggar hukum perdagangan, dan meningkatkan perdagangan ilegal. Namun, data dari negara-negara yang telah menerapkannya, terutama Australia sebagai pelopor pada 2012, menunjukkan fakta sebaliknya yaitu terjadi penurunan konsumsi, meningkatnya upaya berhenti merokok, dan dampak positif terhadap kesehatan publik.
“Kemasan polos akan meredam pengaruh industri, melindungi generasi berikutnya dari jeratan pembentukan citra yang menyesatkan, dan menyelamatkan banyak nyawa,” kata Paranietharan.