AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Usulan Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Soleh, untuk melarang kepemilikan akun ganda (second account) di media sosial dinilai tak tepat. Sebab, second account tidak selalu digunakan untuk aktivitas negatif seperti buzzer, melainkan kerap dipakai untuk alasan privasi atau pemisahan konten pribadi dan profesional.
Pengamat media sosial Enda Nasution mengatakan banyak pengguna dari berbagai kalangan memiliki akun kedua untuk kebutuhan yang sah. Tak hanya generasi muda seperti Gen Z, tetapi juga kalangan milenial hingga orang tua.
"Second account itu banyak juga dipakai ibu-ibu, bapak-bapak, terutama Gen Z. Tujuannya bukan untuk merugikan, tapi untuk memantau dan melindungi privasinya," kata Enda saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (18/7/2025).
la juga menyebut pelarangan akun ganda tidak akan efektif untuk mengatasi masalah seperti penyebaran disinformasi atau aktivitas buzzer. Menurutnya, buzzer justru sering mengoperasikan puluhan akun, bukan hanya dua.
"Kalau soal buzzer, akunnya bisa 10, 20. Bukan second account lagi," ujarnya.
Enda menekankan, pendekatan solutif bukanlah dengan pelarangan, melainkan dengan edukasi pengguna serta penegakan etika penggunaan platform digital. Ia juga menyebut pentingnya komitmen dari aktor-aktor besar, termasuk partai politik, pemerintah, dan korporasi, untuk tidak menggunakan jasa buzzer.
"Dan ketika mereka sampai ketahuan menggunakan jasa buzzer harus ada hukuman berat. Karena kalau mau meminimalkan buzzer perlu ke hulunya, yang membiayai," kata Enda.
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan beberapa platform digital, Oleh Soleh mengusulkan larangan second account di setiap media sosial. la mengusulkan usulan ini dicantumkan dalam RUU Penyiaran. Menurut Oleh, second account kerap disalahgunakan untuk buzzer, sehingga dianggap merusak dan menjadi ancaman.