Kasus demensia frontotemporal lebih sering ditemukan pada pria dan wanita berusia 40-65 tahun. Menurut Johns Hopkins Medicine, gejala demensia frontotemporal bisa berbeda-beda pada tiap pasien, bergantung pada area otak mana yang terdampak.
Terlepas dari itu, ada beberapa gejala umum yang dapat menjadi indikator demensia frontotemporal. Gejala tersebut adalah perubahan kepribadian atau perilaku.
Sebagai contoh, penderita demensia frontotemporal bisa menunjukkan amarah yang meledak-ledak atau melakukan tindakan yang tak pantas secara sosial di tempat publik. Kemampuan mereka dalam membuat penilaian juga dapat memburuk.
Selain itu, penderita demensia frontotemporal bisa kurang memiliki empati atau kurang mawas diri. Perubahan lain yang kerap ditemukan pada penderita demensia frontotemporal adalah hilang minat terhadap sesuatu yang sebelumnya disukai dan menarik diri secara emosional dari teman atau keluarga.
Gejala umum lain yang juga dapat menjadi indikator demensia frontotemporal adalah penurunan kemampuan dalam memahami atau memformulasikan bahasa. Penderita demensia frontotemporal pun bisa mengalami kesulitan dalam menyusun rencana dan mengorganisir, serta mudah terdistraksi.
Beragam perubahan ini bisa membuat penderita demensia frontotemporal menjadi lebih jarang bicara karena frustasi. Minimnya komunikasi ini dapat menjadi bumerang dan bisa membuat pasien mengalami agitasi, mudah marah, dan suasana hati yang berubah-ubah.