AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Gelaran konser musik di Indonesia diharapkan tidak terganggu oleh kegiatan kampanye politik. Panggung untuk konser dengan kegiatan kampanye politik dinilai perlu terpisah dan tidak campur aduk.
Menurut pengamat musik, Buddy Ace, menjelang pemilihan umum (pemilu) biasanya gencar dilakukan kampanye politik. Kampanye ini tentu untuk menarik jumlah massa yang cukup besar.
“Mudah-mudahan di masa euforia kampanye politik, konser musik tidak keganggu, jangan sampai panggung showbiz buat kampanye, jadi panggung kampanye pisah jangan dicampur aduk,” kata Buddy kepada Republika.co.id, Selasa (7/3/2023).
Euforia politik bisa semakin signifikan pada Juni. Karena biasanya telah dimunculkan nama-nama resmi yang dicalonkan sebagai calon presiden, calon legislatif, dan seterusnya. Dia berharap pada masa menjelang pemilu itu, panggung politik dan panggung konser menjadi dua hal yang berbeda.
Buddy berharap agar masyarakat dapat menyaksikan hiburannya tanpa gangguan. “Panggung politik itu gratis, penggalangan massa, tapi kalau hiburan pertunjukan berbayar,” ujarnya.
Dia melihat, saat ini sudah banyak promotor konser di Tanah Air yang berkembang secara luar biasa. Pertumbuhan industri hiburan juga ditandai dengan menjamurnya gelaran konser musisi mancanegara di Tanah Air. Begitu pula musisi-musisi lokal yang tidak kalah memikat.
“Saya kira pentas sukses tahun ini, termasuk Pestapora, Hammersonic, ada juga konser di Yogya, Solo, itu Rajawali (nama promotor-Red) buat saya luar biasa hebat,” kata Buddy lagi.
Buddy mencontohkan, promotor Rajawali Indonesia telah meraih suksesnya setelah beberapa kali dianggap gagal dalam menggelar konser. Tetapi sejak menggelar konser 10 tahun Slank, dengan "hanya" menyanyikan lagu bernuansa cinta dan memuji perempuan, itu dinilai sangat berhasil menciptakan acara dengan konsep yang menarik. Semakin banyak pula promotor yang dinilai tumbuh menjadi lebih baik.