Pertama, produk tidak boleh menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan, minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan. Kedua, produk tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi ('urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao.
Ketiga, produk tidak boleh menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang yang diharamkan. Sebut saja seperti mi instan rasa babi, rasa bacon (daging babi yang diawetkan dengan penggaraman dan pengasapan/pengeringan), dan lainnya.
Keempat, tidak menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer. Seluruh produk makanan dan minuman kemasan yang beredar di Indonesia harus memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM hanya mengakui pencantuman logo halal MUI atau Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Itu sebabnya, di Indonesia, konsumen tidak akan menemukan bahan makanan halal berlabel "beef bacon". Produsen daging olahan yang mendapatkan sertifikat halal biasanya menggunakan dengan istilah "beef smoked brisket" alih-alih "beef bacon", sementara restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal kini tak lagi menyebut produknya dengan "bacon".