Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, meminta promotor penyelenggara memastikan dan menjamin tak ada simbol, ucapan, dan tindakan apapun yang mengkampanyekan kelompok LGBT dalam gelaran konser Coldplay yang akan berlangsung di Jakarta pada 15 November. Hal ini lantaran kebiasaan vokalis Coldplay, Chris Martin, yang sering mengibarkan bendera berwarna pelangi dalam konser-konsernya sebagai dukungan terhadap kelompok LGBT.
"Kebiasaan membawa bendera pelangi tolong itu jangan dilakukan karena negara kita tidak memberi kesempatan kampanye pelangi itu. Oleh karena itu silakan yang senang hiburan datang, tetapi yang datang pun jangan melukai perasaan kita yang tidak ingin negara ini ada kampanye-kampanye pelangi begitu," kata kiai Cholil Nafis kepada Republika seusai menghadiri Halal bi Halal MUI di Jakarta pada Kamis (18/5/2023).
Kiai Cholil mengatakan, secara pribadi dirinya tak keberatan dengan penyelenggaraan konser grup band asal Inggris tersebut di Indonesia. Walaupun ia mengaku bahwa dirinya tidak mengidolakan Coldplay, tidak suka menonton konsernya dan tidak menyukai genre musiknya.
Meski begitu, ia pun tak melarang dan tidak pula menganjurkan masyarakat menonton konser Coldplay. Alumni Ponpes Sidogiri Pasuruan itu meminta agar penyelenggara memastikan tak ada kampanye LGBT. Ia juga mengimbau kepada masyarakat yang tidak mengidolakan Coldplay agar bertoleransi pada masyarakat yang ingin menonton konser tersebut.
"Pastikan itu (konser) berjalan dengan aman dan lancar. Pastikan tidak ada kampanye (LGBT) yang melukai rasa keagamaan dan sosial kita. Ketiga, yang hobi mengidolakan penggemar silakan. Yang tidak mengidolakan, menoleransi kepada yang mau nonton," kata Kiai Cholil.
Pendapat berbeda diutarakan Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas, yang mengaku kaget membaca pikiran Menteri Parekraf Sandiaga Uno, terkait rencana kedatangan Coldplay. Ia menilai, Sandi cuma melihat sesuatu dari sisi ekonomi.
Ia merasa, seharusnya orang yang sudah jadi menteri jangan lagi menjadi pedagang atau politisi. Tapi, harus menjadi negarawan di mana kalau dia akan melakukan sesuatu, maka harus memikirkan apa dan bagaimana dampak.
Dampak dari kegiatan dan tindakan yang akan dilakukannya terhadap semua sisi dan segi dari kehidupan kita sebagai bangsa. Abbas mempersilakan jika kegiatan yang dilakukan sesuai Pancasila dan hukum dasar UUD 1945.
"Tapi, kalau tidak, maka jangan dilanjutkan karena hal demikian selain berarti telah berkhianat kepada negara juga jelas-jelas akan sangat merugikan dan melukai hati rakyat banyak," kata Abbas, Jumat (19/5/2023).
Tapi, ia melihat, di situ pula letak masalah kita sekarang ini sebagai bangsa. Sebab, banyak dari pemimpin negeri ini yang sudah tidak lagi berpikir ideologis dan Pancasilais, tapi sangat liberal dan pragmatis.
Sehingga, banyak sekali pemimpin dan pejabat negeri ini sudah berpikir dan bertindak seperti George Soros. Ketika diberitahu kalau dia tidak disukai di Thailand, Malaysia dan Indonesia dia dengan enteng menjawab.
"I am basically there to make money and I cannot and do not look at the social consequences of what I do. Hal seperti ini tentu tidak boleh kita tiru," ujar Abbas.
Sementara, menanggapi pro-kontra konser Coldplay di Jakarta, pendakwah yang juga Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Islam di Majelis Ulama Indonesia (MUI), ustaz Erick Yusuf, mengatakan setiap pihak terlebih dulu tabayyun serta objektif dalam menilai Coldplay. Menurutnya harus benar-benar dipastikan apakah Coldplay benar-benar pengusung LGBT, sebagai simpatisan atau bukan.
"Kita juga harus melihat bahwa ketika kita menolak LGBT, itu kan kita menolak itu apa? Gerakan-gerakan penyebaran LGBT-nya kan. Jadi ketika ada jelas-jelas yang memang dalam kampanyenya dia mengkampanyekan LGBT, kita harus tolak. Tapi kalau tidak ya ngga usah juga (ditolak). Jadi kita harus klarifikasi, tabayyun dulu yang benar ini. Grup ini sampai sejauh mana (ada keterkaitannya dengan kelompok LGBT)," kata ustaz Erick Yusuf.
Selain itu, menurut ustaz Erick harus ada konsisten dalam menyuarakan penolakan terhadap LGBT. Menurutnya penolakan terhadap LGBT, semestinya tidak sekedar ditujukan kepada grup band Coldplay namun juga terhadap kelompok band luar negeri lainnya serta bahkan hingga produksi film dari luar negeri.
"Jadi kita itu harus konsisten. Bukan cuma grup ini tapi yang lain juga dong. Kalau kita mau jujur, itu banyak film-film yang masuk, apakah itu tidak membawa pesan LGBT?" katanya.
Menurutnya, konser Coldplay sejatinya bisa dilaksanakan dengan kesepakatan-kesepakatan yang dipegagng dan dijamin oleh pihak promotor penyelenggara di antaranya menjamin bahwa Coldplay tidak boleh mengampanyekan atau memperlihatkan simbol-simbol LGBT atau menyiratkan mendukung LGBT.