AMEERALIFE.COM, BANDUNG -- Setelah sukses digelar di berbagai wilayah, mulai dari Medan, Lampung, dan Yogyakarta, kini acara Bedah Buku (Bukan) Kisah Sukses Erick Thohir kini menyambangi Telkom University di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Abdullah Sammy, pengarang buku "(Bukan) Kisah Sukses Erick Thohir" bersama Pemerhati Olah raga Fritz E Simandjuntak, dan Deputi CEO PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) Teddy Tjahjono mengajak para mahasiswa untuk lebih mengenal sosok Erick Thohir, dan mengadopsi salah satu moto yang hingga saat ini masih dia terapkan, yakni Be The Best or Nothing.
"Banyak yang saya pelajari dari beliau terutama mengenai etos kerja, komitmen, totalitas, ada moto dia yaitu Be the Best or Nothing," ujar Teddy di hadapan ratusan mahasiswa/i Telkom University, Senin (5/6/2023).
Tedy mengatakan, melalui buku ini, pembaca bukan hanya disodorkan kisah tentang kesuksesan seorang tokoh publik, tapi juga bagaimana proses, teknik, dan lika-liku dalam meraih menghadapi tantangan.
Menurutnya, karakter kepemimpinan Erick Thohir sangat tergambar dalam karya ini, mulai dari sistem egaliter yang dia anut melalui sembonyan collab or collapse, hingga komitmen kuat yang selalu dia tunjukkan saat memimpin. Mulai saat dia masih menjabat sebagai komisaris utama Persib Bandung, hingga mendapatkan deretan jabatan lain termasuk Ketua Umum PSSI.
"Buku ini bukan tentang kisah sukses tapi menggambarkan bagaimana cara berfikir ET, goal, plan B, dan totalitas dalam menjalani proses untuk meraih kesuksesan," ujarnya.
"Karena beliau memiliki karakteristik kepemimpinan yang adaptif, berkaca dari kegagalan untuk bisa menciptakan hasil yang lebih baik, dan memang balik lagi ke moto beliau, yaitu the best or nothing," sambung Tedy.
Senada dengan Tedy, Sammy sang penulis buku mengatakan karakter Erick Thohir yang digambarkan dalam bukunya bukan tentang bagaimana dia berada di puncak kesuksesan, namun justru lebih banyak mengulas kisah perjuangan dan jatuh-bangunnya untuk mencapai posisinya saat ini. Sammy menyontohkan kisah Olimpiade London 2012, yang banyak disebut sebagai kegagalan terbesar Erick.
Sammy menerangkan, kegagalan para kontigen untuk meraih emas bagi tanah air, juga menjadi kegagalan Erick yang saat itu menjabat sebagai Ketua kontigen Indonesia dalam Olimpiade London 2012. Dalam kutipannya, Erick juga mengakui bahwa dia merasa gagal karena tidak mampu mempertahankan tradisi medali emas yang selalu diboyong Indonesia sejak Olimpiade 1992.
"Namun kegagalan dan kekurangan itulah yang mendorongnya untuk bertransformasi memperbaiki diri, dan itu menjadi dorongan moral bagi saya dapat memperbaikinya," kutip Sammy.
Moto 'Be The Best or Nothing', sambung Pemerhati Olah raga Fritz E Simandjuntak, juga dapat menjadi pedoman yang dapat diadopsi oleh para generasi muda yang ingin menjadi sosok pemimpin di masa depan. Menurutnya, karakter Erick yang selalu mengedepankan kolaborasi dan memiliki daya juang tinggi dalam mencapai sebuah tujuan, patut ditiru dan diadaptasi oleh para anak-anak muda.
"Inii perlu dipelajari oleh para mahasiswa agar bisa siap dengan segala tantangan, dapat mudah beradaptasi, tidak tinggi hati, dan utamakan kekuatan kolaboratif," ujarnya.
"Karena seorang pemimpin bukan sukses karena dia kuat, tapi karena dia mampu menyatukan perbedaan sehingga melahirkan tim yang kuat," sambung Fritz.