Sabtu 24 May 2025 20:32 WIB

FSAI, Eratkan Hubungan Masyarakat Indonesia dan Australia Lewat Film

Di Semarang, FSAI diselenggarakan di XXI DP Mall pada 23-24 Mei 2025.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Qommarria Rostanti
Konsul Jenderal Australia untuk Jawa Timur dan Jawa Tengah, Glen Askew, memberikan keterangan soal penyelenggaraan Festival Sinema Australia-Indonesia (FSAI) di Kota Semarang.
Foto: Dok. Republika/Kamran Dikarma
Konsul Jenderal Australia untuk Jawa Timur dan Jawa Tengah, Glen Askew, memberikan keterangan soal penyelenggaraan Festival Sinema Australia-Indonesia (FSAI) di Kota Semarang.

AMEERALIFE.COM, SEMARANG -- Semarang, sebuah kota yang kaya akan sejarah dan budaya, akan menjadi saksi bisu upaya mendekatkan hubungan antara masyarakat Indonesia dan Australia melalui medium film. Festival Sinema Australia-Indonesia (FSAI), sebuah perhelatan tahunan yang berdedikasi untuk tujuan ini, kini memasuki edisi ke-10.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah penyelenggaraannya, Konsulat Jenderal Australia untuk Jawa Timur dan Jawa Tengah memilih Kota Semarang sebagai tuan rumah. FSAI ke-10 digelar pada 15 Mei hingga 14 Juni 2025.

Baca Juga

Selain Semarang, acara tersebut turut digelar di sejumlah kota lain, yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Padang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Manado, dan Makasar. Di Semarang, FSAI diselenggarakan di XXI DP Mall pada 23-24 Mei 2025.

Konsul Jenderal Australia untuk Jawa Timur dan Jawa Tengah, Glen Askew, mengaku bangga negaranya dapat kembali menyelenggarakan FSAI untuk kesepuluh kalinya di Indonesia. “Sudah berjalan sepuluh tahun di Indonesia, tapi ini pertama kali di Semarang, Jawa Tengah. Jadi saya senang sekali bisa melaksanakan ini di sini,” ucapnya ketika diwawancara media sebelum membuka FSAI ke-10 di XXI DP Mall Semarang pada Jumat (23/5/2025) petang.

Askew menjelaskan, FSAI akan memutar film-film asal Indonesia dan Australia. Pada tahun ini, salah satu film Australia terpilih untuk ditayangkan adalah The Dry. Pemutarannya menjadi yang perdana di Indonesia. Sementara salah satu film Indonesia terpilih untuk muncul di FSAI ke-10 adalah Mencuri Raden Saleh.

“Tujuan FSAI adalah untuk mempererat hubungan antara masyarakat Australia dan Indonesia lewat film. Jadi masyarakat Indonesia bisa menonton film Australia, bisa melihat langsung budaya, sejarah, dan sebagainya langsung dari Australia. Dan ada film dari Indonesia juga,” kata Askew.

Menurut Askew, film menjadi media tepat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia dan Australia tentang budaya, sejarah, bahkan lanskap geografis masing-masing negara. “Kebanyakan orang Indonesia tidak mempunyai pengalaman langsung di Australia. Jadi kalau mereka menonton tentang kehidupan di Australia, mereka akan punya pemahaman lebih baik. Orang Australia tidak tahu tentang sejarah dan budaya Indonesia, begitupun sebaliknya,” ujarnya.

Dia berpendapat, hubungan antarpemerintah Indonesia dan Australia sudah cukup erat. Terkait hal itu, dia menyinggung lawatan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese ke Jakarta belum lama ini. Namun Askew berpendapat, hubungan antarmasyarakat kedua negara belum seerat hubungan antarpemerintah. “Meskipun kita bertetangga, masyarakatnya jauh berbeda, jadi kita harus berjuang untuk mempererat hubungan itu,” katanya.

Salah satu warga Semarang yang menghadiri FSAI adalah Rina Sinaga. Dia merupakan penerima beasiswa Australia Awards 2014 dan alumni University of Adelaide. Menurut Rina, perhelatan FSAI terbilang efektif untuk mendekatkan masyarakat Indonesia dan Australia. “Ini salah satu cara untuk orang Indonesia bisa lebih mengenal budaya Australia. Misalnya dari yang paling sederhana, ternyata bahasa Inggrisnya (warga Australia) aksennya berbeda,” ucapnya.

Rina menyebut, lewat FSAI, warga Indonesia yang belum pernah ke Australia juga bisa mengetahui bahwa tidak semua wilayah di negara tersebut berupa barisan gedung seperti di Melbourne atau Sydney. “Padahal banyak daerah suburb-nya yang cukup masih eksotis,” ungkapnya.

Karena pernah tinggal di Australia, Rina mengaku merindukan beberapa hal. Salah satu yang dirindukannya adalah perpustakaan-perpustakaan dan galeri-galeri seni di sana. “Kangen sekali karena banyak yang gratis untuk masuk ke museumnya. Perpustakaannya menyediakan banyak kegiatan dan buku-buku ter-update, mau digital atau nondigital,” kata Rina seraya menambahkan bahwa proses peminjaman buku di perpustakaan pun sangat mudah. Rina berharap FSAI akan bisa tetap diselenggarakan setiap tahun di Indonesia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement