AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, mengatakan, transmisi antraks terjadi saat bakteri B.anthracis yang bersifat zoonosis menjadi spora dan menginfeksi manusia lewat empat cara. Menurut dia, perubahan bakteri antraks menjadi spora bisa bertahan 40 tahun di tanah.
“Spora bertahan lebih dari 40 tahun, spora ini bisa masuk ke manusia dan masuk lewat luka pada tubuh, makanan dan minuman dengan kandungan spora tadi,” kata Imran dalam konferensi pers daring, dikutip Jumat (7/7/2023).
Menurutnya, bakteri ini bisa dimakan oleh hewan yang kemudian menyebabkan penularan infeksi pada hewan tersebut. Jika hewan terinfeksi itu disembelih dan dikonsumsi manusia, transmisi atau penularan dia sebut bisa sangat terjadi.
“Jadi penularaan ada dua, bisa langsung dari tanah yang ada sporanya, bisa juga masuk melalui hewan nanti sakit dan dikonsumsi daging ke manusia,” ucapnya.
Dia mengatakan, dalam penularan bakteri antraks ke manusia ada empat tipe atau cara. “Pertama adalah antraks kulit. Jadi menempel ke kulit, dan nanti masuknya melalui lesi kulit. Di situ nanti akan timbul seperti melepuh,” kata Imran.
Dia menambahkan, tipe antraks kulit merupakan yang paling banyak di Indonesia. Tipe antraks kedua, antraks saluran pencernaan, terjadi saat penderita makan daging dari hewan tertular dan tidak memasak daging tersebut dengan sempurna.
“Akibatnya sama, melepuh tapi di usus sehingga terjadi pendarahan dan meninggal,” jelas dia.
Jenis ketiga, lanjut Imran, tipe paru-paru atau saat bakteri masuk ke dalam inhalasi. Menurut dia, hal ini terjadi ketika spora antraks terhisap melalui partikel pernapasan dan mencapai dinding alveoli.
Terakhir, antraks jenis injeksi yang diklaim baru dan menyerupai antraks kulit. Namun demikian, kebanyakan kasus antraks injeksi dia sebut ditemukan pada pengguna narkotika.
“Dan case fatality rate dari antraks ini bervariasi. Jadi kalau yang kulit, itu antara 25 persen. Untuk pencernaan cukup tinggi dan bervariasi mulai 25-70 persen,” tutur dia.
Paling berbahaya sejauh ini, lanjut Imran, ada di tipe antraks pernapasan paru-paru dengan case fatality rate hingga 80 persen. “Sehingga ini yang membuat penderita tadi itu cepat untuk meninggal,” kata dia.