AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Tepung terigu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan berbagai produk makanan, seperti roti, mi, pasta, piza, dan lain-lain. Pusat Pangan Halal dari Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto menjelaskan tepung terigu kaya kandungan karbohidrat, tetapi sedikit vitamin dan mineralnya.Untuk memperkaya kandungan nutrien, ada penambahan beberapa bahan demi fortifikasi pangan.
Keputusan Menteri Kesehatan Rep. Indonesia No. 962/Menkes/SK/VII/2003 tentang Fortifikasi Tepung Terigu menyebutkan bahwa terigu yang diproduksi, diimpor, atau diedarkan di Indonesia harus mengandung fortifikan, yang meliputi zat besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1, vitamin B2, serta asam folat.
Dari sisi kehalalannya, tepung terigu relatif tidak ada masalah. Namun, bahan yang ditambahkan rentan terhadap berbagai pencemaran bahan haram. Misalnya saja, vitamin B1 (thiamine), vitamin B2 (riboflavin), dan asam folat (folic acid) yang bersumber dari tanaman halal. Vitamin-vitamin itu berubah status menjadi tidak halal ketika diproduksi secara mikrobiologis menggunakan media yang tidak halal.Fortifikan lain yang berstatus syubhat (tidak jelas atau samar) adalah asam amino L-sistein (L-cysteine hydrochloride).
Bahan ini sering dipakai melunakkan gluten gandum, sehingga dihasilkan produk tepung terigu yang lembut (halus) dan volumenya lebih besar. Ada tiga macam sumber L-sistein, yaitu hasil ekstraksi rambut manusia, bulu binatang, dan produk mikrobial.
Fatwa ulama menyebutkan bahwa L-sistein yang diekstraksi dari rambut manusia hukumnya haram. L-sistein yang diekstraksi dari bulu unggas dan produk mikrobial hukumnya syubhat. L-sistein yang diperoleh dari bulu unggas, seperti, bulu bebek dan bulu ayam hukumnya haram jika diekstraksi dari bulu unggas yang tidak disembelih secara syar’i.
L-sistein yang dihasilkan dari reaksi mikrobial juga berstatus haram jika mikrobianya ditumbuhkan pada media yang tidak halal.Sementara itu, makanan khas Jepang pasta miso semakin digemari di Indonesia. Bahkan, ada banyak merek produk yang memproduksi pasta miso, sehingga mereka bisa membuatnya di rumah. Namun, jika dilihat pada bagian komposisi di label kemasan, produk pasta miso mengandung alkohol atau etanol.
Bagaimana kehalalannya? Miso merupakan bahan yang dibuat dari fermentasi rebusan kedelai, beras, gandum, jelai, gandum hitam, haver (oat), dan serealia yang lain dengan garam. Kapang yang digunakan untuk fermentasi adalah Aspergillus oryzae. Rasa, aroma, dan warna miso bergantung dari bahan baku, resep, dan lama fermentasi.
Umumnya, pasta miso berwarna krem kekuningan, cokelat muda, cokelat tua, hingga kehitaman dengan tekstur seperti selai kacang. Fermentasi inilah yang umumnya menghasilkan hasil samping berupa alkohol atau etanol. Karena itu, banyak yang menganggap proses fermentasi menjadi salah satu titik kritis kehalalan pasta miso.Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa produk makanan hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak membahayakan.
Corporate Secretary Manager of LPPOM MUI, Raafqi Ranasasmita menjelaskan bahwa pada dasarnya pasta miso yang berasal dari fermentasi bahan nabati itu halal. Jika proses fermentasinya tidak dicampurkan dengan bahan kritis lain dan konsumsinya dipastikan tidak membahayakan, maka pasta miso tidak masuk dalam produk fermentasi kategori haram. Meski begitu, pasta miso tetap bisa memiliki titik kritis jika dalam proses fermentasi atau hasil akhirnya dilakukan sterilisasi dengan penambahan khamr juga bahan tambahan lainnya seperti seasoning, protein terhidrolisis, dan pemanis.