Kamis 17 Jul 2025 15:35 WIB

Komentar Genit ke Pria Termasuk Pelecehan Seksual

Laki-laki dinilai sangat mungkin mengalami kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Pria mengalami pelecehan (ilustrasi). Laki-laki juga sangat rentan mengalami kekerasan seksual, termasuk di dunia maya.
Foto: www.freepik.com.
Pria mengalami pelecehan (ilustrasi). Laki-laki juga sangat rentan mengalami kekerasan seksual, termasuk di dunia maya.

AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Anggapan bahwa kekerasan seksual hanya menimpa perempuan adalah kekeliruan. Faktanya, laki-laki juga sangat rentan mengalami kekerasan seksual, termasuk di dunia maya. Hal ini disampaikan oleh psikolog dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) DKI Jakarta, Noridha Weningsari.

"Laki-laki sangat mungkin mengalami kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Meskipun secara statistik memang perempuan lebih rentan mengalami kekerasan karena konstruksi sosialnya," ujarnya dalam kegiatan "Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan" di Jakarta, Kamis (17/7/2025).

Baca Juga

Ketua Bidang I Pengembangan Profesi dan Standardisasi Praktik Psikologi Forensik, Pengurus Pusat Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) ini juga menyoroti adanya persepsi-persepsi tertentu terhadap laki-laki, khususnya terkait seksualitas, yang membuat mereka menjadi lebih rentan terhadap kekerasan. Sebagai contoh, Noridha memberikan ilustrasi tentang komentar dari perempuan yang secara tidak sadar bisa mengobjektifikasi laki-laki secara seksual, terutama jika pria tersebut dianggap rupawan. "Dengan bilang 'aduh ya ampun ganteng sekali, ingin jadi air mandinya' atau semacamnya. Itu sebenarnya juga adalah bentuk kekerasan seksual," kata Noridha.

Ironisnya, berbeda dengan kasus kekerasan seksual pada perempuan yang sering kali langsung dikenali dan mendapat simpati masyarakat, komentar semacam ini yang menimpa laki-laki justru kerap kali tidak disadari sebagai bentuk kekerasan seksual. "Ketika terjadi pada perempuan, persepsi masyarakat akan memandang secara langsung bahwa, perempuan mengalami kekerasan seksual. Tapi kalau pada laki-laki itu bukan (kekerasan seksual)," ujarnya.

Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa kasus kekerasan seksual yang menimpa laki-laki sering kali tidak dilaporkan. Stigma dan kurangnya pemahaman masyarakat membuat korban laki-laki enggan mencari bantuan atau melapor.

Senada dengan Noridha, Asisten Koordinator Divisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Adelita Kasih, mengatakan dalam konteks ketidakadilan gender, laki-laki juga bisa menjadi korban, sering disebut sebagai korban patriarki.

"Dia harus menjadi one man show, misalnya harus mencari nafkah. Tidak boleh misalnya terkait maskulinitasnya terlihat sedih, atau sebagainya. Itu bentuk-bentuk yang sebenarnya dibentuk oleh patriarki," ujar Adelita.

Ekspektasi sosial yang membebankan peran dan sifat tertentu pada laki-laki ini dinilai dapat menjadi tekanan psikologis yang serius. Meskipun demikian, disayangkan bahwa saat ini belum ada data spesifik mengenai jumlah laki-laki, khususnya di Jakarta, yang menjadi korban ketidakadilan gender atau kekerasan seksual. Ketiadaan data ini dipandang sebagai tantangan besar dalam upaya penanganan dan perlindungan korban laki-laki.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement