AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Dokter spesialis anak di RSUD Tebet, Jakarta Selatan, dr Ridha Kurnia Tejasari mengungkapkan bayi usia 48-72 jam wajib diikutkan dalam Screening Hipotiroid Kongenital (SHK). Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi keterlambatan pertumbuhan.
"Bayi itu seharusnya diikutkan pada SHK pada sejak awal kelahiran, yakni pada usia 48-72 jam," ungkap dr Ridha melalui sebuah siaran langsung yang diadakan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Hal tersebut, menurut dia, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 78 Tahun 2014 tentang Screening Hipotiroid Kongenital. SHK pada dasarnya adalah pemeriksaan stimulasi hormon tiroid untuk mengantisipasi atau mendeteksi adanya Hipotiroid Kongenital (HK).
"SHK ini untuk mendeteksi dini HK guna cegah adanya keterlambatan pertumbuhan/perkembangan bayi serta retardasi mental (gangguan intelektual/kemampuan intelektual di bawah rata-rata) pada anak di kemudian hari," ungkap dia.
Ia menjelaskan, HK awalnya terjadi akibat defisiensi (kekurangan) hormon tiroid. "Tiroid ini kan berfungsi untuk pertumbuhan sel syaraf, pembentukan jaringan otak, pembentukan struktur tulang pada bayi," katanya.
Intinya hormon tiroid tersebut mempengaruhi pertumbuhan anak di kemudian hari. "Jadi harus diwaspadai dan diantisipasi sejak dini," ungkap dia.
Jika defisiensi hormon tiroid ini terlambat dideteksi atau terindikasi bermasalah melalui "screening", maka berisiko bayi mengalami keterlambatan pertumbuhan yang menjurus pada disabilitas intelektual atau retardasi mental.
"Inilah pentingnya SHK," kata dia menegaskan.
SHK hanya dapat dilakukan sekali dan jika kondisi bayi stabil. Stabil itu maksudnya bayi yang baru lahir tidak dalam kondisi sakit, lahir prematur, berat badan, panjang badan dan lingkar kepala bayi tidak normal.
"Jadi kondisi bayi secara medis harus benar-benar stabil," kata dia.
Terkait prosedur awal SHK, ia menyebutkan....