Sedangkan, ruangan kedua lebih menonjolkan koleksi Museum Gubug Wayang sendiri berisi wayang golek. Yang menarik salah satunya adalah patung wayang Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dipajang di depan.
"Kenapa kita taruh wayang golek Pak Jokowi, karena Pak Jokowi berasal dari Solo. Pak Jokowi sebenarnya juga termasuk Srimulat karena Srimulat bukan hanya kelompok lawak tapi pemajuan budaya dari Punakawan, tapi Punakawan ada banyak termasuk Srimulat termasuk Pak Jokowi. Nah kita menampilkan wayang golek dari Gubug Wayang yang tokohnya adalah Srimulat," katanya.
Pameran tersebut, tak hanya mengenalkan kembali Srimulat, namun juga sebagai ajang menghidupkan kembali Aneka Ria Srimulat dengan nafas baru, nafas milenial. "Kami mengajak kepada banyak pihak terutama para stakeholder dapat bergabung dalam lingkaran ritual kenduri untuk menghidupkan kembali Aneka Ria Srimulat sebagai grup kesenian yang bernafaskan milenial," katanya.
Salah satu pengunjung, Ginda warga asal Kartopuran Serengan mengaku pameran Wayang Golek Srimulat Abadi tak boleh dilewatkan. Sebab, pameran itu menggambarkan nuansa perjalanan Srimulat disampaikan ditata dan dikemas dengan menarik.
"Keren banget sih, eman-eman kalo nggak mampir kesana. Kita jadi lebih banyak tahu tentang sejarah Srimulat. Selain penataan yang menarik, keterangan simple tapi sangat menarik," katanya.
Ia mengaku bahwa sosok Srimulat paling diidolakan adalah Freddy Aris atau Gepeng. Dari pameran tersebut dirinya menjadi lebih kenal bagaimana perjalannya bersama Srimulat.
"Wah dulu banget sih nonton filmnya jadi udah lupa, tapi idolaku tetap Mas Gepeng dan jadi tahu lebih banyak tentang beliau, tapi film terbaru aku nonton juga," katanya.
Semenara itu, Kepala UPT Museum Solo, Bonita Rintyowati menjelaskan alasan kenapa pameran tersebut dibawa ke Solo. Salah satunya lantaran Srimulat erat kaitannya dengan Kota Solo.
“Jadi kita bawa kembali ke Solo. Terutama keterkaitan sejarah Srimulat lantaran pernah tampil di Balekambang,” katanya.
Menilik ke belakang, Srimulat lahir setelah pendudukan Jepang. Kehadiran Srimulat menjadi obat pasca-pendudukan Jepang di Indonesia. Dimana mereka menghadirkan guyon sebagai hiburan yang menjangkau kelas bawah.
“Jadi dimulai menjadi hiburan rakyat pada tahun itu, hingga muncul dan menjadi pionir pasar malam, tanpa Srimulat tidak akan ada komedi putar, tidak akan ada para pedagang. Tidak hanya menghibur, pentas komedi Srimulat itu berhasil merangsang pertumbuhan ekonomi kelas bawah,” katanya.