AMEERALIFE.COM, PAYAKUMBUH -- Orang-orang dari luar Sumatra Barat banyak yang selama ini salah menilai bahwa satai padang bukanlah kuliner khas Kota Padang. Padahal satai sebenarnya merupakan kuliner yang ada di semua pelosok di Provinsi Sumatra Barat.
Ada satai Pariaman, satai Padang Panjang, satai Biaro, Agam, dan satai khas Payakumbuh/Lima Puluh Kota.
Kali ini yang ingin Republika ulas adalah satai khas daerah Kota Payakumbuh atau Kabupaten Lima Puluh Kota, yakni Satai Danguang-Danguang. Satai ini berasal dari Danguang-Danguang yang terletak di Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota.
Banyak para penikmat kuliner dan wisatawan sengaja mampir ke pondok Satai Danguang-Danguang karena rasanya dan penyajiannya yang khas. Biasanya di tempat jualan satai lain, penyajian langsung per porsi. Tapi di semua pondok satai Danguang-Danguang, penyajian ketupat dan dagingnya terpisah.
Satu piring tempat ketupat yang telah diberi kuah dan dagingnya dengan tempat terpisah dalam porsi yang cukup banyak. Bahkan mencapai 30 tusuk. Sehingga pembeli dapat memakan daging satai sepuasnya.
Agus, salah satu karyawan Pondok Satai Danguang-Danguang di Kota Payakumbuh, mengatakan cara penyajian seperti itu sudah dilakukan sejak dahulunya. Menurut Agus, tujuan penyajian seperti itu supaya pembeli tidak perlu repot-repot memanggil tukang satai bila ingin menambah porsi daging.
"Memang seperti itu. Di semua pondok satai danguang-danguang, penyajiannya selalu terpisah ketupat dengan daging," kata Agus, kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Salah satu pondok Satai Danguang-Danguang yang paling terkenal di Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh adalah Satai Danguang-Danguang Inbur. Pondok sate Inbur ini sudah memiliki beberapa outlet cabang. Yakni di daerah Danguang-Danguang, di Kota Payakumbuh dan di beberapa titik lainnya di Kabupaten Lima Puluh Kota. Bahkan juga sudah ada cabang di Kota Bukittinggi.
Tapi para pecinta kuliner satai lebih gemar mendatangi langsung Satai Danguang-Danguang Inbur yang berada di Kecamatan Guguak. Atau ke daerah Danguang-Danguang asli.
"Lebih seru ke Danguang-Danguang yang langsung. Karena lokasinya lumayan jauh, sehingga begitu sampai makan satainya jadi lebih lahap karena kita lama di jalan," kata Afri (34), salah satu pecinta kuliner asal Tanah Datar.
Afri menyebut selain citra rasa yang lezat, harga Satai Danguang-Danguang menurutnya juga tidak terlalu mahal. Dengan uang Rp 120 ribu, saja, sudah puas makan sate untuk empat orang. Lalu menurut Afri, beda kuah satai danguang-danguang dengan satai Sumatra Barat lainnya adalah tidak terlalu tajam dan tidak terlalu pedas. Sehingga lidah tidak cepat bosan atau eneg.
"Karena disajikan 30-40 tusuk dalam piring, kalau misal makan bertiga atau berempat, itu sampai habis. Bayarnya paling Rp 150 ribu," ujar Afri.
Afri yang merantau ke DKI Jakarta mengaku selalu menyempatkan mampir ke Danguang-Danguang makan sate setiap dia pulang kampung ke Tanah Datar. Karena selain wisata kuliner, baginya berkunjung ke Payakumbuh atau Lima Puluh Kota juga seru karena suasana daerah tersebut yang adem.
Amelia (28) salah seorang warga asal Kota Bukittinggi, mengaku juga sering wisata kuliner ke pondok Satai Danguang-Danguang. Walau juga ada di Bukittinggi, menurut Amelia, lebih afdol bila langsung ke Danguang-Danguang atau ke Kota Payakumbuh.
"Mau makan satai danguang-danguang yang lezat, ya langsung ke Danguang-Danguang atau ke Kota Payakumbuh. Kalau rasa mungkin sama. Tapi suasananya menambah rasa kalau ke daerahnya langsung," kata Amelia.
Dibandingkan satai di daerah Pariaman, Padang Panjang atau Biaro, Amelia mengaku lebih menyukai Satai Danguang-Danguang. Karena menurut dia satai ini tidak terlalu kental dan tidak terlalu pedas.