AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Ingin memenangkan lebih banyak argumen atau perdebatan? Gunakan cara sederhana ini, yakni jaga agar penjelasan kita tetap singkat.
“Semakin banyak poin yang ditambahkan pada argumen kita, maka semakin tidak persuasif argumen tersebut,” kata profesor perilaku organisasi di London Business School, Niro Sivanathan, dilansir CNBC, Ahad (19/11/2023).
Kebanyakan orang salah mengira bahwa untuk memenangkan hati orang lain, kita perlu memberi mereka banyak data. Padahal tidak begitu, kegagalan bukan pada kontennya, tapi cara penyampaiannya.
Hal itu disebut dilution effect. Klaim kita yang paling kuat akan mempermudah klaim yang lebih lemah. Orang-orang yang mendengarkan, akan mengingat rata-rata persuasif dari setiap poin terkuat yang kita sampaikan.
Misalnya, jika kita mencoba meyakinkan teman kita bahwa New York adalah kota terbaik di dunia, maka kita dapat menyebutkan pizza, pertunjukan Broadway, angkutan umum, dan Times Square.
Tergantung pada audiens kita, beberapa poin tersebut akan lebih persuasif dibandingkan yang lain, dan lebih baik kita menggunakan poin yang paling mungkin memenangkan hati teman kita.
“Lebih sedikit lebih baik. Jika kita hanya mempunyai satu argumen utama, percayalah dan utarakan argumen tersebut, daripada merasa perlu menyebutkan banyak argumen lainnya,” kata Sivanthan.
Namun, menurut penelitian Sivanthan pada 2017, kebalikan dari strategi ini pun juga bisa berhasil. Setelah menonton iklan obat, konsumen lebih cenderung memandang suatu obat dengan baik ketika perusahaan tersebut mencantumkan efek samping sedang setelah efek samping yang parah.
Menggunakan dilution effect untuk membuat argumen kita lebih persuasif bisa menjadi perbaikan yang sangat mudah. Ini dapat membantu kita mendapatkan pekerjaan, mempersingkat presentasi, dan membuat perdebatan di meja makan menjadi lebih ramah.
Memang diperlukan pengendalian diri. Setelah kita mengutarakan argumen inti, kita harus merasa nyaman membiarkannya diam sampai orang lain siap merespons. Jika tidak, kita akan secara tidak sengaja melompat lagi dengan poin tambahan yang lebih lemah.
“Orang-orang kesulitan dengan keheningan. Ketika ada ruang kosong, kita sering merasa perlu mengisinya dengan kata-kata,” ujar Sivanthan.
Ini adalah kesalahan umum. “Kita akan melihat ini dalam kampanye dan debat politik. (Mereka) seharusnya berhenti setelah (poin) nomor dua, tapi mereka tidak peduli dan akan pergi ke poin tiga atau empat,” kata Sivanthan
Diam adalah alat negosiasi yang ampuh, dan sering kali menghasilkan hasil yang lebih baik bagi kedua belah pihak.
Seorang miliarder investor di “Shark Tank” ABC, Mark Cuban, sering menggunakan strategi itu. Setelah seorang kontestan melakukan promosi, dia cenderung diam, sementara panelis lain berdebat dan membahas detailnya.
Jika dia memutuskan untuk membuat tawaran investasi, itu terjadi setelah dia punya waktu untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan dari setiap kesepakatan potensial.
“Semakin kita memperhatikan dan semakin sadar, semakin besar peluang kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Diam adalah uang di bank,” kata dia dalam sebuah wawancara.