Lebih lanjut, Achmad menuturkan unsur syar’i yang ada di rumah adat Belitung. Ketika ada acara selamatan, bagian depan rumah khusus untuk duduk laki-laki, sedangkan di bagian tengah rumah yang luas untuk perempuan. Laki-laki yang bukan muhrim dilarang untuk berada di ruang tengah.
Republika melihat di bagian tengah Rumah Adat Belitung ada banyak sekali benda-benda yang diperlihatkan, salah satunya terdapat manekin pasangan yang tampaknya memakai baju adat. Di tengah-tengah mereka terdapat ranjang yang di depannya terdapat tirai penutup.
“Yang kita buat itu kan ada penganten itu kan memang dahulunya setiap orang Belitung yang punya anak perempuan baru umur belasan gitu, dia sudah buat, sudah dirancang dia, saking memuliakannya anak perempuan menjaga dengan penuh kehati-hatian,” ujar Achmad.
“Makanya kalau rumah orang Belitung lama tetap ada, gerbang penganten namanya. Di situlah kamar tidurnya, di situlah tempat duduknya, di situlah dia berhias dan sebagainya, dan sebagainya,” katanya lagi.
Selain itu, Achmad juga menjelaskan bagaimana orang Belitung mengukur rumah pada zaman dahulu. Di Belitung ada istilah makan bedulang, yaitu cara penyajian makanan orang Belitung di mana lauk pauknya diletakkan di atas dulang kemudian makan bersama. Satu dulang untuk empat orang.
“Makan bersama lauk pauknya di situ. Ada nasi, ada piring, nanti berempat,” ujar Achmad.
Maka dari itu, orang Belitung mengukur rumah dahulu dengan satuan dulang. Contohnya, 40 dulang.
“Makanya orang Belitung itu ngukur rumah dulu kira-kira berapa dulang ukurannya, karena dia sudah mindsetnya sudah awalnya untuk mengundang orang ramai kan. Kira-kira 40 dulang, nah itu tukang sudah tahu luas rumah itu. Itulah kira-kira pemikiran orang kita dahulu yang tidak lepas dari silaturahim,” kata dia.
Berikutnya, Shofwan AR menjelaskan falsafah adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah yang ada di Rumah Adat Belitung. Arti adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah adalah adat bersyariat Islam.
Anak tangga di depan....