AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengemukakan keragaman jenis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia baru mencapai rata-rata 59,3 persen. Hal itu diketahui berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023.
Sedangkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan delapan ragam makanan yang direkomendasikan sebagai MPASI. Delapan kelompok itu antara lain pertama, padi-padian, akar-akaran dan umbi-umbian; dua, kacang-kacangan; tiga, produk susu seperti susu dan keju; empat, daging-dagingan seperti daging sapi, unggas, ikan; lima, telur; enam, buah dan sayur kaya vitamin A; tujuh, buah dan sayur lainnya, dan delapan, air susu ibu.
"Jadi ada delapan kelompok makanan dan minuman yang minimal harus lima dari delapan ini dihitung. Nah kalau kita lihat yang memenuhi minimal lima dari jenis kelompok makanan ini hanya 59,3 persen, jadi sangat sedikit ya," kata Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kemenkes RI Lovely Daisy dalam temu media dalam memperingati Hari Gizi Nasional di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Daisy menjelaskan angka tersebut merupakan angka rata-rata, di mana Provinsi DKI Jakarta memperoleh angka tertinggi dengan 75,93 persen dan Maluku Utara memperoleh angka 33,03 persen.
Ia menilai angka rata-rata tersebut tidaklah ideal, sebab, MPASI merupakan upaya intervensi untuk membantu tumbuh kembang anak untuk dapat berkembang lebih baik, serta mencegah anak dari sejumlah penyakit dan stunting.
"Ternyata, Makanan Pendamping ASI yang diberikan oleh ibu, yang diberikan oleh pemasok, itu tidak mencukupi nutrisinya," ujarnya.
"Ini yang perlu kita perbaiki, kita sosialisasikan kepada masyarakat. Di samping itu juga di saat ini kemungkinan anak-anak kita banyak yang sakit dan nutrisinya juga tidak cukup," tambahnya.
Untuk itu, Daisy mengemukakan dalam menghadapi hal tersebut, Kemenkes melakukan sejumlah upaya guna meningkatkan cakupan ASI eksklusif dan MPASI, beberapa di antaranya adalah dengan mengadakan pelatihan konseling menyusui dan penyegaran konselor ASI, pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), telekonseling menyusui, penyiapan indikator data rutin ASI dan MPASI, serta dukungan PMBA melalui Gizi Bencana.
Melalui sejumlah langkah tersebut, Daisy berharap di masa depan akan tercipta Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas untuk dapat memanfaatkan bonus demografi di 2030, dalam menuju Indonesia Emas 2045.