AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Suami dan istri ditekankan untuk menjalankan komitmen pernikahan. Menurut psikolog keluarga dan pernikahan, Yulistin Puspaningrum, komitmen pernikahan dibutuhkan untuk menghindari konflik yang dapat berujung pada perceraian.
"Pada saat melangkah ke perkawinan kita harus komitmen dengan pernikahan itu, kalau enggak komitmen, ada masalah sedikit bisa enggak cocok," kata psikolog lulusan Universitas Gadjah Mada itu pada Selasa (27/2/2024).
Dia menyebut, sebelum memutuskan menikah, penting untuk menelusuri serta memahami kepribadian calon pasangan dan latar belakang keluarganya. Tujuannya, agar bisa berusaha meminimalisasi potensi konflik setelah menikah.
Setelah menikah, Yulistin mengatakan, pasangan mesti mengupayakan komunikasi terjalin dengan baik dalam hal pemenuhan kebutuhan masing-masing. Menurut dia, setidaknya ada lima kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, yaitu waktu, pelayanan, penghargaan, pemberian hadiah, dan pelukan.
Ia mengatakan, sentuhan atau pelukan sangat berarti bagi pasangan dan dapat membuat pernikahan menjadi lebih bahagia. Sentuhan membuat pasangan merasa dibutuhkan dan dihargai kehadirannya.
Selain itu, menurut dia, pasangan sebaiknya mengupayakan adanya "efek kejutan" agar hubungan rumah tangga tidak menjadi pasif dan monoton. "Memang secara kimia, terutama laki-laki, bisa bosan saat tidak ada unsur keterkejutan. Saat pasangan ada sesuatu, enggak pasif, selalu ada yang baru, ini perlu dijaga, kalau enggak, bisa terjadi perceraian," katanya.
Ia mengatakan, dalam hal ini upaya untuk membangkitkan lagi rasa seperti semasa berpacaran atau pada awal pernikahan bisa dicoba. Yulistin juga mengemukakan pentingnya pasangan memahami bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan bahwa hubungan dalam pernikahan bisa "naik-turun."
"Dalam pernikahan ada siklus naik turun, tapi bagaimana kita bisa menjaga supaya saat jatuh bisa bangkit lagi, di media sosial apalagi, gangguan bisa berseliweran, kalau enggak kuat bisa jatuh," katanya.