AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Bulan Ramadhan kali ini diwarnai dengan ramainya konten bertajuk "Takjil War" di media sosial. Dalam bahasa gaul, takjil war melambangkan persaingan ketat dengan non-Muslim dalam berburu hidangan berbuka puasa di lapak-lapak penjaja makanan.
Takjil war dapat diterima sebagai berkah Ramadhan bagi para pedagang dan dapat dianggap cara lain melewatkan Bulan Suci ini dengan keseruan kecil. Meski begitu, ulama mengingatkan agar Muslim tidak menjadikan takjil war sebagai ajang untuk berlebih-lebihan dalam berbelanja menyiapkan buka puasa.
"Saya memahami takjil war itu kan kita mau membeli hidangan buka puasa dan kalau saudara kita yang non-Muslim pun mau ikut menikmati, itu bagian dari berkah Ramadhan," ujar Wakil Ketua Umum MUI K.H. Cholil Nafis.
Yang harus diingat, menurut Kiai Cholil, persiapan berbuka puasa itu tidak boleh berlebihan. Sebab, kalau kita bicara berlebihan, itu jangankan saat berpuasa, tidak berpuasa pun tidak boleh berlebih-lebihan.
"Kalau kita berpuasa masih hanya memikirkan santapan buka yang akan dilahap, itu berarti puasa kita masih puasa orang awam, yang hanya meninggalkan makan dan minum atau hubungan suami-istri, tetapi belum bisa meninggalkan mubazir," tuturnya.
Larangan untuk bersikap mubazir atau boros atau berlebih-lebihan tertuang dalam penggalan surat Al-Isra' ayat 26 yang berbunyi:
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا
"Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros." (QS Al-Isra' : 26)
"Alquran telah menyebutkan kita tidak boleh mubazir, membuang-buang, atau israf (berlebihan), apalagi saat menjalani bulan Ramadhan," kata Kiai Cholil.