Lelucon Nyerempet Agama
Sementara itu, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, ustadz Irfan Helmi, mengatakan membuat kalimat ta'awudz sebagai bahan bercandaan atau gurauan adalah sesuatu yang munkar dan berbahaya. Itu karena pelaku menjadikan syariat agama, dalam hal ini ta’awudz, sebagai bahan candaan.
"Tentu saja hukumnya tidak boleh melakukan hal itu dan orang yang melakukan itu berdosa," ujar ustadz Irfan.
Khawatirnya, menurut ustadz Irfan, pelaku terjatuh pada area memperolok-olok Allah dan Rasul-Nya. Jika sudah sampai ke tingkat itu, maka pelaku bisa disebut kafir, keluar dari Islam.
Mengenai hal ini, dalilnya adalah QS At-Taubah ayat 65-66, yaitu:
QS At-Taubah ayat 65
قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ
...qul a billāhi wa āyātihī wa rasụlihī kuntum tastahzi`ụn
Artinya: ...Katakanlah, "Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"
QS At-Taubah ayat 66
لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ
lā ta'tażirụ qad kafartum ba'da īmānikum
Artinya: Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman...
Terhadap kreator konten yang bercanda tetapi nyerempet agama seperti Galih, ustadz Irfan menyarankan agar taubat kepada Allah. Minta ampun kepada Allah dan beristighfar.
"Dia telah melakukan sesuatu yang dilarang agama, yaitu menjadikan lafaz ta'awudz sebagai bahan candaan. Ini sesuatu yang berbahaya," ujarnya.
Selain itu, kreator konten juga harus lebih selektif, lebih hati-hati dalam membuat konten terkait lelucon atau candaan. Ustadz Irfan merekomendasikan untuk tidak menyerempet hal yang berkaitan dengan syariat agama.