AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Kondisi kesepian menjadi faktor yang berperan penting terhadap tingkat depresi lansia (lanjut usia). Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN Resti Pujihasvuty menyebutkan prevalensi lansia alami ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) ringan sebesar 12,8 persen, sementara prevalensi lansia alami depresi sebesar 7,7 persen.
Data lansia tersebut diambil berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Jadi memang kondisi kesepian memiliki aspek negatif terhadap kesehatan jiwa lansia, mulai dari menyebabkan depresi, percobaan bunuh diri, tekanan psikologis tinggi, kecemasan hingga skizofrenia,” jelas Resti dalam webinar bertajuk “Lansia-Ku di Era Ageing Population” yang diselenggarakan oleh BRIN, Rabu (19/6/2024).
Kondisi kesepian dapat menyebabkan lansia mengalami masalah kesehatan fisik. Misalnya serangan jantung, stroke, kanker, diabetes, alzheimer hingga dalam kondisi yang serius adalah kematian dini pada lansia.
Hal ini dikarenakan kondisi kesepian, lanjutnya, membawa lansia pada gaya hidup yang tidak sehat. Contohnya makan berlebihan hingga merokok sebagai media penyaluran rasa kesepian yang dihadapi (coping mechanism).
“Masuk usia lanjut, ya, ada juga bapak-bapak yang merokoknya masih kencang, minum alkohol masih rajin, kemudian pola makannya nggak karuan, ya, penyebabnya kesepian itu. Lansia ini melampiaskan atau melupakan kesepiannya dengan gaya hidup yang tidak sehat,” imbuhnya.
Ia mengingatkan pentingnya keluarga menjaga dan memelihara hubungan serta interaksi sosial yang positif dengan lansia. Tidak hanya itu, juga dinilai penting bagi lansia memiliki komunitas sebaya guna menjaga keterhubungan lansia dengan dirinya sendiri dan lingkungan.